Tulus Abadi Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengapresiasi upaya Kejaksaan Agung RI (Kejagung) membongkar kasus penyelewengan impor minyak goreng.
Walau begitu, Tulus menilai tindakan hukum tidak akan mampu mengatasi persoalan tingginya harga minyak goreng di pasaran.
Menurutnya, harga minyak goreng dipengaruhi struktur pasar di sektor hulu. Sehingga, pembenahan seharusnya dilakukan di sektor tersebut.
“Saya menduga (penindakan hukum) tidak akan mampu menekan melambungnya harga minyak goreng. Sebab, minyak goreng lebih ke persoalan rusaknya struktur pasar di sisi hulu,” ujarnya di Jakarta, Kamis (21/4/2022).
Tulus menambahkan, pemerintah memang serius mengatasi masalah mahalnya harga minyak goreng. Maka dari itu, dia menyarankan pemerintah harus memperbaiki sisi hulunya.
“Kalau pemerintah tidak memperbaiki dari sisi hulu, sampai kapan pun masalah harga minyak goreng akan sama, terutama saat harga crude palm oil (CPO) sedang mahal,” ucapnya.
Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), produksi minyak sawit (CPO) Indonesia masih lesu, sementara harga CPO masih tinggi.
Pada Februari 2022 diperkirakan produksi CPO 3.505 ribu per ton, dan palm kernel oil (PKO) 302 ribu ton.
Volume tersebut tercatat lebih rendah dari produksi bulan Januari mencapai 3.863 ribu ton CPO dan 365 ribu ton PKO.
Sedangkan harga rata-rata CPO CIF Rotterdam pada Februari 2022 mencapai US$1.522/ton atau lebih tinggi USS164 dari harga Januari 2022 sebesar 1.358 dolar Amerika per ton. Harga itu lebih tinggi 469 dolar Amerika dibandingkan dengan harga Februari 2021 sebesar 1.053 dolar Amerika per ton.
Kemahalan harga minyak goreng menjadi masalah serius yang dihadapi Bangsa Indonesia, dan perlu kerja sama dari semua pihak untuk mengatasinya.
Tulus menambahkan, Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI harus mampu melakukan fungsi pengawasan yang optimal atas kerja pemerintah dalam mengatasi persoalan harga minyak goreng.
“Sebagai DPR ya tugasnya harus mengawasi pemerintah,” tandasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) berinisial IWW sebagai tersangka kasus penyelewengan minyak goreng.
Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lain yakni Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT sebagai tersangka.
Ketiga tersangka dari pihak swasta disinyalir secara intens berusaha mendekati IWW demi mendapatkan izin ekspor CPO.(rid/iss)