Jumat, 22 November 2024

Stabilitas Harga dan Rantai Pasok Penting untuk Mengendalikan Inflasi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan

Eka Puspitawati ekonom INDEF mengatakan, Pemerintah perlu memastikan ketersediaan barang, dan memperhatikan efek psikologis masyarakat.

Menurutnya, beberapa hal itu penting untuk mengendalikan harga. Sehingga, bisa menurunkan inflasi sampai ke ambang batas wajar.

“Kunci supaya inflasi terkendali, Pemerintah bisa melakukan usaha riil misalnya operasi pasar, bagaimana cara agar suplai pangan dan energi tetap ada untuk menghindari inflasi yang lebih tinggi. Pemerintah harus bisa menenangkan psikologi masyarakat,” ujarnya di Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Dia melanjutkan, ada istilah expected inflation atau inflasi yang didorong dari ekspektasi berlebihan atau merasa ketakutan.

Kalau terjadi ketakutan di masyarakat, harga-harga akan lebih cepat naik. Tapi, Eka menyebut ketakutan lebih banyak dirasakan pihak swasta.

“Masyarakat secara umum konsumsi lebih banyak dipenuhi dalam negeri. Yang barang impor yang terdistruksi besar besaran atas goncangan internasional. Kalau dari masyarakat belum banyak kena imbas, asal tidak di-blow up. Kalau dari pengusaha khawatir itu pengaruhnya ke masyarakat,” jelasnya.

Dalam beberapa bulan ke depan, dengan adanya pembatasan impor, Eka bilang sejumlah pengusaha pasti kesulitan mendapat bahan baku. Hal itu akan membawa dampak pada bisnisnya.

Walau begitu, dia percaya inflasi secara keseluruhan masih akan tetap terkendali karena pergerakan masyarakat.

“Dorongan inflasi yang masih disokong tarikan demand, masyarakat masih beraktivitas, masih berproduksi, melakukan investasi, masih bisa terjaga. Karena, inflasi di satu sisi, mengkhawatirkan kalau tidak terkendali. Tapi, inflasi dibutuhkan untuk mendorong sisi produksi,” imbuhnya.

Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia bilang, inflasi pangan akan sangat dirasakan masyarakat kecil. Sehingga, Pemerintah punya tugas mengendalikan harga, menurunkan inflasi sampai ke ambang batas yang sewajarnya.

“Jadi, menurunkan 10,47 persen menjadi enam atau bahkan lima persen betul-betul dampak sosialnya sangat besar untuk mensejahterakan rakyat,” ujarnya di Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Pada bulan Juli 2022, Inflasi pangan bulanan mencapai angka 10.45 persen dari batas wajar yaitu antara 5-6 persen.

Maka dari itu, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus berkomitmen menjaga terkendalinya inflasi nasional.

Upaya itu direalisasikan lewat Sinergi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (Gernas PIP). Salah satunya dengan menggelar Operasi Pasar (OP).

“Mari segera melakukan operasi pasar agar harga cabai, bawang, telur bisa turun, dan harga minyak goreng yang sudah turun tidak naik lagi,” harapnya.

Sementara itu, Mohammad Faisal Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengungkapkan operasi pasar (OP) bisa dilaksanakan untuk mengontrol jalur distribusi supaya tidak terlalu panjang.

Kalau jalur distribusi terlalu panjang, maka akan berpengaruh terhadap harga akhir yang diterima konsumen.

“Operasi pasar pengaruh terhadap inflasi, yaitu untuk memotong jalur distribusi yang agak panjang. Dipotong supaya harganya jadi lebih murah sampai diterima konsumen,” jelasnya.

Dia menambahkan, OP bisa membantu menekan inflasi dengan mengefisienkan jalur distribusi.

“Jadi, memang akan membantu untuk menekan inflasi. Tapi, seberapa jauh? Saya rasa OP itu hanya satu aspek dari sisi distribusi,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Faisal mengungkap penyebab inflasi bukan cuma dari sisi distribusi, tapi juga dari produksi.

“Sementara inflasi ini faktor pendorongnya banyak. Selain masalah rantai pasok yang lebih panjang, yang ingin diatasi dengan OP juga masalah dari hulu, misal dari produsennya sendiri yang lebih mahal,” timpalnya.

Faisal mencontohkan komoditas pangan yang berbasis harga internasional, seperti gandum. Begitu harga komoditas internasional naik, otomatis dari hulunya sudah naik.

Begitu juga dengan komoditas pangan produksi domestik yang tidak dipatok dengan harga internasional. Komoditas itu diproduksi domestik dan sesuai dengan harga domestik misal beras, cabai, dan bawang merah.

“Kalau masalah domestik, itu berarti juga masalah di hulunya juga, produsen domestik. Artinya, itu suplai dari hulu sudah kurang,” tambahnya.

Ketika penyebab inflasi ada pada sisi produksi, maka OP tidak akan berarti banyak. Padahal, sekarang inflasi disebabkan lebih pada faktor produksi atau sisi hulu.

“OP hanya dimaksudkan untuk mengatasi inefisiensi dari sisi distribusi saja. Apakah bisa menekan harga inflasi pangan? Bisa saja dalam kondisi tertentu. Tapi, saya yakin yang lebih banyak berpengaruh sebenarnya saat ini adalah sisi hulu,” tandasnya.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs