Jumat, 22 November 2024

Soal Harga Beras Naik, Ketua HKTI Jatim: Pemerintah Harus Serentak Ciptakan Petani Mandiri

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Program Electrifying Agriculture PLN untuk menekan biaya produksi pertanian dan perkebunan. Foto: Humas PLN

Bank Dunia pada pekan lalu menyebut harga eceran beras di Indonesia jadi yang termahal se-Asia Tenggara (ASEAN) selama satu dekade terakhir. Hal tersebut disampaikan Bank Dunia dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Prospect (IEP) edisi Desember 2022.

Harga beras Indonesia, dinilai Bank Dunia lebih mahal dari Filipina. Bahkan, dua kali lipat dari Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand.

Dalam laporan tersebut, faktor penunjang tingginya harga beras diantaranya kebijakan pemerintah yang mendukung harga pasar bagi produsen pertanian, pembatasan perdagangan, monopoli impor BUMN hingga tindakan non-tarif lainnya.

Menanggapi laporan tersebut, Syahrul Yasin Limpo Menteri Pertanian (Mentan) RI kemudian membantah dengan tegas. Menurut SYL sapaan akrabnya, harga beras premium di Indonesia saja tidak pernah sekalipun diatas Harga Pembelian Pemerintah (HPP), yakni Rp11 hingga Rp15 ribu per kilogram.

Bahkan, kata dia, harga beras di Indonesia justru nomor dua terendah di Asia. Mentan pun mempertanyakan metode pengumpulan data yang dilakukan Bank Dunia dalam laporan itu.

“Waktu pengambilan data menjadi penting. Sebab, kalau Bank Dunia mendata pada saat musim tanam, memang tidak ada panen. Ketiadaan ini membuat harga beras tinggi,” ujar Mentan, Rabu (21/12/2022).

Sementara terkait polemik harga beras tersebut, Ony Anwar Harsono Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Jawa Timur (HKTI Jatim) memberikan penjelasannya.

Menurutnya kalau dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, harga beras di Indonesia memang tinggi. Penyebabnya, berkurangnya subsidi pupuk yang juga berdampak tingginya biaya produksi, kemudian masalah yang paling penting adalah penerapan modernisasi pertanian berkelanjutan yang kurang merata, sehingga harga beras masih tinggi.

“Contoh harga gabah kering saat ini diatas HPP, yang biasanya kurang lebih Rp4.700, sekarang bisa Rp5.500 sampai Rp6000. Banyak faktor pengaruh, selain biaya produksi yang tinggi, juga karena hilirisasi-nya kurang terjaga,” ucapnya dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (26/12/2022).

Ony yang juga menjabat sebagai Bupati Ngawi itu juga menyebut, alasan Thailand punya harga beras lebih murah dari Indonesia, karena negara itu sudah menerapkan pertanian ramah lingkungan yang serba organik dan terintegrasi.

“Petaninya sudah mulai mandiri, bisa bikin pupuk organik sendiri sehingga biaya produksi lebih murah. Apalagi pemakaian alat produksi pertanian modern, dan rice milling procecing (penggilingan padi) terintegrasi, sehingga semua bagian padi punya banyak fungsi seperti jadi liquid smoke atau pengawet makanan,” ucapnya.

Ony mengungkapkan metode pengolahan padi yang dilakukan Thailand, sebenarnya merupakan hasil pembelajaran mereka ke Indonesia pada tahun 80an.

“Hanya saja mereka konsisten pake metode itu, kita tidak. Tapi sekarang kita di Ngawi sudah mulai menerapkan seperti bikin pupuk dan bibit sendiri pake metode MOL (Mikroorganisme Lokal),” terangnya.

Selain itu, metode lain yang dilakukan melalui kerjasama dengan PLN melalui program Electrifying Agriculture, serta metode lain untuk memproses padi secara mandiri untuk memangkas biaya produksi.

Soal distribusi di negara-negara ASEAN, Ony berpendapat jika biayanya relatif sama dan standar. Persoalan masih pada biaya produksinya, yang harus ditekan agar bisa lebih murah.

Untuk itu, Ketua HKTI Jatim itu berharap agar kedepan Pemerintah lewat Kementan bisa lebih memperhatikan kapasitas petani yang perlu di upgrade secara merata.

“Kalau pemerintah memberikan wawasan agar petani kita bisa mandiri itu manfaatnya banyak. Bisa bikin pupuk sendiri, olah tanah-nya bener, sehingga produksi murah. Nah dengan itu subsidi dari pemerintah bisa dialihkan ke pasca produksinya, itu petani bisa dapat keuntungan, HPP juga lebih rendah,” pungkasnya. (bil/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs