Di berbagai media sosial dan platform video, bertebaran konten-konten review makanan. Review makanan tidak lagi menjadi sekadar konten yang bisa ditonton, tapi menjadi pedoman dan petunjuk bagi warganet untuk mendapatkan rekomendasi tempat makan yang enak.
Menurut Dr. Tri Siwi Agustin Koordinator Kewirausahaan dari Pusat Pengembangan Karir dan Kewirusahaan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, banyaknya konten review sedikit banyak telah mengubah kebiasaan seseorang untuk mencari tahu makanan tertentu berdasarkan review.
Tak hanya soal harga, tapi juga review keseluruhan tentang makanan, lokasi dan akses menuju tempat penjualan makanan itu.
“Contoh kemarin saya posting cucur di media sosial, sudah banyak tanya beli di mana, lalu di sana jenis cucurnya apa saja, lokasi di mana dan lain-lain. Jadi review juga menunjukkan ke orang lain keistimewaan sebuah makanan. Hal-hal seperti ini jadi efek domino,” kata Tri Siwi kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (6/1/2021)
Apalagi, jika orang yang membagikan review tersebut adalah mereka yang memiliki pengaruh besar di media sosial. Sehingga tidak heran, jika beberapa tempat makanan yang viral, kemudian langsung ramai pembeli hingga rela mengantre lama untuk membeli makanan yang direview oleh seorang influencer.
Sehingga menurut Siwi, peran review makanan ini sekaligus memotong proses pencarian seseorang terhadap sebuah makanan secara gratis, dan mendapatkan rekomendasi kuliner dengan mudah.
Hal itu dibenarkan oleh Budiono Sukses, influencer kuliner yang sukses dengan channel Youtubenya. Ia mengaku beberapa konten review kulinernya viral dan akhirnya membuat orang-orang berbondong-bondong ‘menyerbu’ tempat makan tersebut,” katanya.
“Saya pernah review warung dekat rumah saya. Lalu ownernya cerita kalau habis direview banyak wajah-wajah baru datang ke sini. Ada juga yang sampai nangis-nangis bilang makasih, awalnya warungnya kecil, sekarang menjadi besar,” jelas Budiono.
Karena sudah banyak orang yang mencari review makanan sebelum membeli, Siwi berkata, sudah semestinya reviewers menyampaikan apa adanya makanan tersebut. Baik dari sisi harga, lokasi, situasi, isian dalam makanan dan rasa makanan tersebut.
Jangan sampai, penonton yang akhirnya membeli makanan di tempat tersebut kecewa dengan rasa yang berbeda dari review.
“Karena punya efek domino, maka harus jujur. Kita sampaikan rasanya bagaimana, apa yang membuatnya istimewa. Apa yang membuat enak, kondisinya seperti apa. Yang terpenting, halal tidaknya. Jangan sampai orang pas nyoba, lalu kaget karena beda dari review,” ujarnya.
Siwi menambahkan, begitu juga review soal tempat penjual tersebut berada. “Tips mobil diparkir di mana, cara pesan seperti apa”.
Siwi juga menyarankan kepada para pedagang atau pemilik usaha, untuk bersiap terhadap berbagai kemungkinan. Salah satunya kemungkinan makanan yang mereka jual menjadi viral.
Pertama, yaitu menentukan jumlah porsi dan waktu buka, serta konsisten terhadap itu. Jangan sampai karena sudah viral dan memiliki banyak pelanggan, pelaku usaha memaksakan diri memperbanyak porsi dan jam buka, yang sebenarnya sudah di luar kapasitas karyawan.
Kedua, yakni persiapan lokasi jika terjadi kerumunan atau keramaian pelanggan.
“Harus disiapkan tambahan tenaga kerja, pelayanan yang lebih cepat, dan lain-lain. Tapi jangan diolor terus waktunya karena mumpung laris. Kalau biasanya tutup jam 2 siang, lalu dibuka sampai jam 7 malam, ya ambruk semuanya karena tidak sesuai takaran,” ujarnya.
Terakhir, menjaga cita rasa makanan agar tidak berubah.
“Tipe pembeli di kota-kota besar itu suka nyoba hal baru. Jadi ketika viral, justru rasa jangan berubah. Itu yang penting,” tuturnya.(tin/ipg)