Institut Riset Ekonomi DIW Berlin menyatakan ekonomi Jerman sudah berada dalam resesi akibat krisis energi, tingkat inflasi yang tinggi dan menyusutnya perdagangan global.
Guido Baldi pakar ekonomi DIW memperkirakan produk domestik bruto (PDB) ekonomi terbesar Eropa itu akan menyusut sekitar lima persen pada 2022 dan 2023.
“Sayangnya tidak ada harapan (untuk menghindari resesi) saat ini,” ujarnya dikutip Antara, Kamis (29/9/2022).
Menurut data lembaga tersebut, barometer ekonomi bulanan pada September masih berada di bawah ambang batas 100 poin yang menunjukkan pertumbuhan rata-rata di Jerman.
Pada angka 79,8 poin, tingkat pertumbuhan tersebut menunjukkan sedikit perubahan dari level Agustus.
“Kenaikan besar dalam harga energi menyebabkan kerugian dramatis dalam daya beli dan ancaman yang membuat produksi tidak menguntungkan di banyak perusahaan,” imbuh Baldi.
DIW Berlin menambahkan, konflik Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19 merupakan beban tambahan pada ekonomi Jerman yang berorientasi ekspor.
Tingkat inflasi Jerman naik ke angka 7,9 persen pada Agustus, menurut Kantor Statistik Federal Jerman (Destatis).
Inflasi itu akibat melonjaknya harga produk energi yang meroket 35,6 persen secara tahunan (year on year/yoy)
Kemudian, krisis energi menjadi masalah terbesar bagi industri Jerman.
“Bagi beberapa perusahaan, pertanyaan akan segera muncul, apakah saat ini layak untuk mempertahankan produksi?” kata Laura Pagenhardt pakar ekonomi DIW.
Di waktu yang sama, pesanan domestik dan internasional mulai menurun.
“Setidaknya hambatan yang sulit dihilangkan sampai sekarang dalam rantai pasokan internasional tampaknya secara bertahap mereda, memungkinkan timbunan (backlog) pesanan yang masih tinggi untuk diproses lebih efisien,” papar DIW Berlin.
Pada Juli, backlog di sektor manufaktur Jerman naik 12,6 persen (yoy), setelah pesanan yang tidak terpenuhi mencapai level tertinggi sejak pencatatan dimulai pada 2015, menurut Destatis Kantor Statistik Federal Jerman.(ant/dfn/rid)