Jumat, 22 November 2024

Pemerintah Perlu Pertimbangkan Efek Domino Perekonomian Sebelum Menaikkan Harga BBM Bersubsidi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina. Foto: Antara

Rencana Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diprediksi akan memberi efek domino kalau memang terlaksana. Mulai dari inflasi sampai ke pertumbuhan ekonomi nasional.

“BBM subsidi naik berapa pun akan memicu tambahan inflasi. Misalnya naik hanya 10 persen, tapi kenaikan itu akan memicu inflasi,” kata Piter Abdullah Ekonom CORE Indonesia, Kamis (18/8/2022).

Dia menjelaskan, kenaikan harga BBM akan mempengaruhi harga bahan pokok, baik di tingkat masyarakat mau pun produsen.

“Produsen tidak bisa lagi menahan, dan akan mentransmisi kenaikan harga bahan baku,” imbuhnya.

Kenaikan harga bahan pokok, lanjut Piter, sudah pasti memicu inflasi. Sebelumnya, tercatat inflasi pada Juli 2022 secara year on year (YoY) mencapai 4,94 persen.

“Kalau BBM subsidi dilepas, saya sangat yakin inflasi bisa bergerak liar, bahkan bisa di atas 8 persen. Ini yang dikhawatirkan. Kalau inflasi sampai 8 persen, apa yang sejauh ini dibanggakan Pemerintah, inflasi terjaga, pertumbuhan ekonomi bagus tidak bisa diklaim lagi,” ungkapnya.

Levih lanjut, Piter menyebut penerimaan negara tahun ini masih sehat, karena masih ada surplus dari kenaikan harga komoditas. Surplus itu yang menyebabkan belum ada urgensi untuk menaikkan harga BBM.

Tapi, Pemerintah berulang kali mengatakan tantangan tahun depan akan lebih nyata. Sehingga, Pemerintah perlu bijak menggelontorkan anggaran.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023, Pemerintah berencana menggelontorkan subsidi sebanyak Rp297,1 triliun.

Subsidi itu terdiri dari Rp210,6 triliun untuk energi, dan Rp86,5 triliun untuk subsidi non energi. Anggaran subsidi itu jauh lebih rendah dari realisasi subsidi energi tahun 2022 yang mencapai Rp502 triliun.

Sementara, Anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebanyak Rp 479,1 triliun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan memenuhi kebutuhan dasarnya. Dalam jangka panjang, subsidi itu diharapkan mampu memotong rantai kemiskinan.

Sampai sekarang, belum ada keputusan Pemerintah terkait harga BBM bersubsidi. Tapi, Pemerintah menegaskan masih mempertimbangkan segala hal terkait rencana itu.

“Apabila ada penyesuaian, kami sedang mengkalkulasi juga kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan kompensasi dalam berbagai program,” kata Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian, beberapa waktu lalu.

Ketua Umum Partai Golkar itu menjelaskan, Pemerintah berupaya menjaga subsidi BBM agar tidak menimbulkan laju inflasi tinggi seperti yang sekarang terjadi di banyak negara.

Pemerintah terus mengerahkan tim pengendalian inflasi pusat dan daerah untuk mendorong program kebijakan terkait keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi juga komunikasi secara efektif dengan masyarakat.

“Sehingga, tentu tantangan hiperinflasi kelihatannya bisa kita tangani di tahun 2022, dan begitu juga di tahun depan,” katanya.

Sementara itu, Uchok Sky Khadafi Direktur Center For Budget Analysis (CBA) mengungkapkan, Pemerintah seharusnya mencari sumber pendanaan lain untuk mencegah kenaikan harga BBM bersubsidi (Pertalite).

“Harusnya Pemerintah lebih kreatif mencari pendapatan dana,” ucapnya.

Dia khawatir kalau wacana kenaikan BBM bersubsidi benar-benar terwujud, hal itu akan membuat rakyat berada dalam posisi yang sangat sulit.

“Kalau subsidi dikurangi memang Pemerintah panik karena 2023 tidak punya uang. BI tidak boleh lagi membantu seusai dengan anjuran IMF,” tambahnya.

Kenaikan anggaran perlindungan sosial juga dinilai tidak cukup kuat untuk mengurangi beban rakyat.

Sebelumnya, Pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial Rp479,1 triliun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan. Anggaran tersebut meningkat 11 persen dari anggaran perlinsos tahun 2022 sebanyak Rp 431,5 triliun.

“Tiba-tiba Bansos ditingkatkan. Ini sebetulnya strategi saja. Supaya rakyat tidak marah pada Pemerintah, makanya dikasih bansos,” tegas Uchok.

Menurutnya, anggaran bantuan sosial yang ditingkatkan pada 2023 tidak akan cukup mampu mengurangi penderitaan rakyat akibat kenaikan harga berbagai bahan pokok.

“Buat rakyat, itu hanya obat sementara, tapi penderitaan masyarakat akan menahun akibat kenaikan harga bahan pokok. Makanya rakyat seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula,” jelasnya.

Maka dari itu, Uchok menyarankan Pemerintah memikirkan cara lain untuk meminimalisir dampak kenaikan harga BBM dan berbagai bahan pokok.

“Misalnya, Pertalite untuk rakyat dinaikkan, tapi pejabat masih ada yang dapat fasilitas mewah. Kalau Pertalite dinaikkan, pejabat harus hidup sederhana seperti rakyat,” tandasnya.(rid/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs