Rhenald Kasali pakar bisnis menyebut, pemutusan hubungan kerja (PHK) GoTo (Gojek Tokopedia) kepada 1300 karyawannya, tidak ada hubungannya dengan resesi ekonomi global.
“Ancaman resesi global yang terus didengungkan, kalau dipercaya, bisa menimbulkan resesi sungguhan. Eksekutif yang kurang piawai bisa gegabah melakukan pemotongan besar-besaran, dan nanti bisa sebaliknya, menimbulkan Distrust dan penurunan kinerja,” kata Rhenald dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net, Jumat (18/11/2022) malam.
Rhenald menyayangkan pernyataan sejumlah pihak, yang dengan gegabah menyebarluaskan ketakutan resesi yang seakan-akan sudah di depan mata. Padahal menurutnya, hal tersebut belum tentu terjadi, tapi masyarakat sudah dipaksa untuk mempercayainya.
Dia menjelaskan, publik saat ini sedang dibuat percaya dengan pihak yang mengaitkan dampak ekonomi mengalami resesi karena pandemi tahun lalu. Adapun. lanjut dia, di Jawa Barat, disebut jadi yang pertama merasakannya dengan ribuan buruh terkena PHK.
Pakar ekonomi bisnis Universitas Indonesia (UI) itu menjelaskan, resesi ada dua macam yakni Economic Recession yang saat ini dialami Inggris, dan Trust Recession yang saat ini menurutnya sedang dipaksakan masuk ke pemahaman masyarakat.
“Economic Recession adalah terminologi makro, yang ditandai dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi (negatif), dua kuartal berturut-turut,” ungkapnya.
Dalam ekonomi makro, kata dia, resesi bukan sebuah aib melainkan bagian alami pergerakan ekonomi yang sifatnya dinamis.
“Kadang itu naik, kadang turun. Yang penting, saat turun lakukan langkah-langkah preskriptif secara disiplin. Lagi pula kalaupun resesi, dunia tak akan resesi selamanya, kecuali mereka terlibat dalam konflik (perang) secara berkelanjutan,” Tambah pendiri Rumah Perubahan ini.
Sementara soal Trust Recession yang saat ini ramai dibicarakan, gejalanya disebut sebagai the negativity bias. Terkait hal itu, kata Rhenald, meski resesinya belum datang, tapi bayangan gelapnya sudah disambut, dipeluk dan dipamerkan secara luas.
“Kalau masyarakat kadung percaya dan ketakutan , maka pengusaha akan melakukan deep cut (memotong anggaran, menutup usaha, menghentikan investasi, ekspansi atau berpromosi, melakukan penghematan, PHK, mengurangi stok, bahkan malas melakukan apa-apa). Dan akhirnya bukan saja resesi, melainkan terjadi stagnasi dan depresi.” Imbuhnya.
Menurutnya, kalau memang benar GoTo terdampak gejolak ekonomi global, tentu kinerjanya buruk, bahkan rugi.
Faktanya, kata dia, pada akhir kuartal kedua 2022 perusahaan berhasil melakukan penghematan biaya struktural sebesar Rp800 miliar.
Pasca pandemi, masyarakat tidak gencar berbelanja online seperti sebelumnya. Adapun menurut Rhenald, GoTo punya kekuatan ekosistem keuangan yang solid mulai dari Midtrans sampai Moka yang menjamin solusi Online-Offline (O2O).
“Yang perlu diwaspadai sebenarnya bukan dampak resesi, tetapi dampak disrupsi yang akan menghilangkan sekitar 40 persen lapangan kerja menyusul kemajuan robotisasi, sehingga biaya robot telah turun 65 persen dalam 10 tahun belakangan. Sementara biaya upah manusia rata-rata naik 8.5% pertahun,” ungkapnya.
Dampak pengurangan SDM akibat disrupsi digital lah, yang menurutnya harus diantisipasi mulai saat ini. “Kalau dulu setiap satu persen pertumbuhan ekonomi bisa menciptakan sekitar 200 ribu lapangan kerja. Kedepan, paling tinggi sekitar 90 ribu. Perusahaan juga harus disadarkan bahwa keinginan bekerja fulltime generasi Z sudah di bawah 50 persen,” pungkasnya. (bil)