Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 1 April 2022 menjadi 11 persen, dengan dasar hukum UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Berdasarkan Undang-undang tersebut, disinyalir akan ada kenaikan PPN lagi sampai dengan 12 persen di tanggal 1 Januari tahun 2025.
Kebijakan ini banyak dikeluhkan berbagai kalangan masyarakat, karena waktunya dinilai tidak tepat. Masyarakat berpendapat, saat ini perekonomian di Indonesia masih dalam proses transisi akibat pandemi Covid-19, yang sudah berlangsung selama dua tahun terakhir.
Dr. Rumayya Batubara Peneliti Pusat Kajian Sosio Ekonomi Indonesia Universitas Airlangga Surabaya pada Radio Suara Surabaya, Jumat (18/3/2022) mengatakan, selain untuk membantu keuangan Pemerintah untuk mengelola negara, pajak sejatinya juga memiliki fungsi untuk membentuk perilaku masyarakat.
Rumayya menjelaskan, negara yang bergantung pada pajak masuk dalam kategori sangat sehat karena bergantung pada pendapatan dari dalam negeri
“Ketika ada suatu barang yang berdampak buruk, maka kita pajak agar masyarakat bisa mengurangi konsumsi barang-barang tadi. Misalkan, rokok dan alkohol,” ujar Rummaya yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair ini.
Meski secara teori tidak mendistorsi laju ekonomi, Rumayya menilai jika kenaikan PPN saat ini masih kurang tepat dan dapat membebani lapisan masyarakat yang secara perekonomian masih rendah. Dikhawatirkan, kebutuhan pokok juga bisa ikut naik meskipun potensinya kecil.
“Kalau memang PPN dinaikkan, harusnya ada komunitas masyarakat yang dikecualikan, khususnya yang daya belinya kurang. Sebisa mungkin barang-barang lainnya juga jangan sampai ikut naik,” terangnya.
Pemerintah disarankan untuk lebih fokus memperlonggar kebijakan moneter seperti menurunkan suku bunga, dan memperketat kebijakan fiskal. Sementara itu, kenaikan PPN dirasa akan menimbulkan perlambatan meski tidak akan besar pengaruhnya terhadap laju ekonomi.
Jika kenaikan pajak tetap terjadi, Rumayya berharap pemerintah lebih fokus untuk memilah komunitas yang akan dipajaki.
“Kalau saya sekali lagi selektif untuk penundaan kenaikan PPN atau tidak. Jika tidak ditunda, pemerintah harusnya juga menanggung kelompok tertentu. Tapi jika motifnya untuk menambah pendapatan negara, bisa menggunakan pajak progresif ke orang yang penghasilannya tinggi seperti crazy rich itu,” pungkasnya. (bil/ipg)