Jumat, 22 November 2024

Menko Perekonomian: Pendidikan Vokasi Harus Terhubung dengan Sistem Informasi Pasar Tenaga Kerja

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Airlangga Hartarto Menko Perekonomian memberikan keterangan di Jakarta, Kamis (13/10/2022). Foto: Humas Kemenko Perekonomian

Piter Abdullah Direktur Eksekutif Segara Institute mengatakan, Pemerintah perlu memperkuat koordinasi dengan industri supaya tenaga kerja jebolan pendidikan vokasi bisa terserap maksimal.

“Persoalan ada di koordinasi, semua asyik jalan sendiri. Karena kalau bikin sekolah dianggap sudah berhasil. Misalnya jaman Presiden SBY membangun banyak SMK, tetapi tidak ada upaya mengintegrasikannya dengan arah perkembangan kebijakan industri. Sehingga, output sekolah vokasi tidak sejalan dengan kebutuhan industri,” ujarnya di Jakarta, Senin (31/10/2022).

Vokasi atau sekolah kejuruan yang terdapat pada jenjang pendidikan atas mau pun tinggi, sudah cukup beragam dan berkualitas. Tapi, karena dibiarkan jalan sendiri, maka daya serap tenaga kerjanya kurang.

“Ledakan suplai tenaga kerja tidak dibantu dengan pertumbuhan lapangan kerja. Itu menyebabkan, pengangguran terbesar dari lulusan perguruan tinggi dan SMK,” tambahnya.

Lebih lanjut, Piter bilang Pemerintah perlu mencari solusi kurang terserapnya angkatan kerja vokasi ke dunia kerja atau industri.

“Harus dicari tau industri apa yang kurang, apa yang menyebabkan lulusan vokasi tidak banyak terserap? apakah jumlah kebanyakan atau kualitasnya? Dicari solusinya, kalau jumlah yang kurang namun kualitas bagus, artinya lapangan kerja kurang, kemudian bagaimana mendorong industri tumbuh,” jelasnya.

Kemudian, Piter mengapresiasi kebijakan Insentif Super Tax Deduction yang merupakan potongan pajak bagi perusahaan yang melakukan Kegiatan vokasi seperti pemagangan, prakerin atau PKL, dan guru industri.

“Permasalahan awalnya, bagaimana memperkecil jurang antara jumlah tenaga kerja dan tersedianya lapangan pekerjaan,” tandas Piter.

Sebelumnya, Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian menyebut, angkatan kerja yang dimiliki Indonesia termasuk lulusan pendidikan vokasi berpotensi mempercepat pembangunan ekonomi.

“Pendidikan mau pun pelatihan vokasi perlu saling melengkapi dengan industri. Oleh karena itu, diharapkan pelatihan vokasi terhubung dalam sistem informasi pasar tenaga kerja,” katanya di Jakarta, Senin (31/10/2022).

Dia bilang, pelatihan vokasi merupakan upaya menata ulang keterampilan dan meningkatkan keterampilan yang diperlukan sekarang juga di masa mendatang. Apalagi, dalam dunia kerja yang terus berubah perlu life long learning.

“Bila disiapkan dengan baik, angkatan kerja yang dimiliki Indonesia merupakan potensi besar untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional sehingga angkatan kerja tersebut diharapkan bisa sejahtera sebelum tua,” tegasnya.

Sementara itu, Eko Listiyanto Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan pendidikan vokasi menjadi salah satu cara untuk mempercepat penyediaan tenaga kerja terampil untuk pembangunan ekonomi.

“Sebetulnya, vokasi bagus untuk mempercepat. Jadi, mereka segera menjadi orang yang terampil dan terserap dalam pasar tenaga kerja. Tapi, untuk bisa diserap memang harus link and match,” paparnya.

Di sisi lain, Eko melihat banyak tantangan yang dihadapi pendidikan vokasi, utamanya dukungan dari Pemerintah.

“Pendidikan vokasi di Indonesia, menurut saya, masih kurang mendapat dukungan dari Pemerintah. Masih kurang,” sebutnya.

Eko melanjutkan, ketersediaan sarana prasarana masih jadi persoalan. Banyak sekolah vokasi yang belum memiliki laboratorium memadai dan sesuai dengan perkembangan industri.

Ketersediaan pengajar yang sesuai dengan kebutuhan industri juga masih tantangan dalam pendidikan vokasi. Padahal, faktor-faktor tersebut penting untuk memunculkan sinergitas antara dunia pendidikan dan industri.

“Dalam pembelajaran sebenarnya juga diperlukan mentor-mentor atau guru-guru yang langsung dari praktisi atau dari industrinya,” ungkapnya.

Pemerintah, lanjut Eko, juga patut mempertimbangkan dan memperhatikan seberapa besar kebutuhan industri atas tenaga kerja berketerampilan. Sehingga, tidak ada lulusan pendidikan vokasi yang gagal terserap akibat terlalu banyak jumlahnya.

“Jangan sampai nanti terlalu banyak dibuka sekolah vokasi, tapi kebutuhan pasar tidak mampu menampung, dan untuk masuk pasar perlu pelatihan lagi. Kalau begitu jelas banyak penganggurannya,” tambahnya.

Selain itu, Eko mendorong Pemerintah membantu peserta pendidikan vokasi dalam hal pendanaan. Menurutnya, banyak di antara peserta pendidikan dari golongan tidak mampu yang bertujuan cepat memperoleh kerja.

“Di situ dukungan pemerintah juga harus ada. Selain lab juga mungkin semacam beasiswa. Karena niat mereka untuk segera membantu orang tua,” tutupnya.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs