Jumat, 22 November 2024

Menko Perekonomian: Peluang Indonesia Resesi Sangat Kecil karena Ditopang Ekonomi Domestik

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Airlangga Hartarto Menko Perekonomian dan Ketua KPCPEN memberikan keterangan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/1/2021). Foto: Dok/Biro Pers Setpres

Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian mengatakan, peluang Indonesia mengalami resesi sangat kecil, sekitar tiga persen.

Menurutnya, perekonomian nasional relatif kuat karena ditopang indikator makro dan ekonomi domestik yang positif.

Berdasarkan data The Leading Indicator CEIC di sektor keuangan moneter, pasar tenaga kerja dan industri, tren perekonomian Indonesia menguat. Bahkan, Indonesia berada di bawah indikator 100, yang artinya jauh dari sinyal resesi.

Dengan berbagai indikator perekonomian yang positif di tengah ancaman krisis global mau pun stagflasi, Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 di kisaran 5,3 sampai 5,9 persen.

“Proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2022 ini masih optimistis di 5,2 persen, dan diharapkan tahun depan bisa meningkat antara 5,3 hingga 5,9 persen,” ujarnya di Jakarta, Rabu (3/8/2022).

Sejumlah ekonom pun sepakat kalau probabilitas Indonesia masuk ke jurang resesi sangat kecil.

David Sumual Ekonom Bank Central Asia (BCA) menyatakan, dari indikator makro ekonomi, kondisi indonesia lebih baik di antara emerging market lain yang mengalami resesi seperti El Salvador, Srilanka, dan Ghana.

“Utang Indonesia memang ada peningkatan, terutama utang Pemerintah. Tapi, itu diimbangi windfall profit dari komoditas, ini blessing in disguise saat negara lain bermasalah, karena kenaikan komoditas kita justru mendapat ekstra,” ucapnya.

Dia pun menilai kekuatan ekonomi domestik menjadi penopang perekonomian nasional.

“Ekonomi Indonesia 60 persen ditopang domestik. Jadi, saya tidak khawatir ada resesi atau stagflasi global karena domestic economy kita besar sekali. Malah, ini kesempatan untuk mendorong substitusi impor kalau ada barang yang sulit didapat,” imbuhnya.

Selain itu, iklim investasi di Indonesia juga kian menggeliat. Pandemi Covid-19 juga membuat masyarakat mulai terbiasa berinvestasi.

“Saya lihat peranan domestik cukup baik. Untuk SBN perlu pendalaman finansial kepada masyarakat supaya terbiasa untuk investasi di pasar modal,” tegasnya.

Walau begitu, David mengingatkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga momentum perekonomian nasional tetap positif, yaitu menjaga inflasi dan daya beli masyarakat, likuiditas valas, dan menjaga stok pangan.

“Pasokan pangan dalam negeri sangat penting. Karena harga pupuk meningkat ada kekhawatiran cuaca ada perkiraan banyak ahli bahwa kita akan masuk ke El Nino, karena tahun ini basah, tahun depan biasanya lebih kering. Pangan terutama beras harus diperhatikan,” tandasnya.

Sementara itu, Anton Hendranata Direktur Utama BRI Research Institute mengatakan, kemungkinan Indonesia mengalami resesi tahun 2023 hanya dua persen.

“Indonesia kemungkinan resesi tahun 2023 hanya dua persen dengan metode Markov Switching Dynamic Model. Itu karena perekonomian indonesia ditopang sangat kuat oleh permintaan domestik. Selain itu, pasar finansial dan valas indonesia cenderung robust dari gejolak eksternal dibandingkan masa lalu,” jelas Anton.

Terkait ketersediaan beras, Dwi Andreas Santosa pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebut tidak ada persoalan terkait stok komoditas pangan domestik.

Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) itu juga mendorong Pemerintah memperhatikan nasib dan kesejahteraan petani. Kalau harga terlalu rendah, petani akan akan sangat menderita.

“Itu yang perlu menjadi fokus perhatian Pemerintah. Jangan fokus terlalu kuat ke upaya menurunkan inflasi pangan. Lihat sajalah produsen pangan di Indonesia seperti apa nasibnya,” tambahnya.

Lebih lanjut, Andreas juga menekankan supaya Pemerintah mewaspadai produksi beras nasional yang trennya menurun berdasarkan kondisi dua tahun terakhir.

Seharusnya, lanjut dia, produksi padi bisa melonjak tinggi karena adanya fenomena La Nina yang mendukung peningkatan produksi padi.

“Selama 20 tahun terakhir, La Nina selalu membuat produksi padi melonjak,” pungkasnya.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs