Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mempertahankan kebijakannya untuk memberi kemudahan melalui insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.
Neilmaldrin Noor Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu mengatakan, PP Nomor 49 Tahun 2022 merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kami tegaskan bahwa aturan turunan UU Nomor 7 Tahun 2021 ini tetap mempertahankan sepenuhnya kemudahan PPN yang saat ini berlaku,” katanya di Jakarta, Kamis (15/12/2022) dikutip Antara.
PP itu mengenai PPN Dibebaskan dan PPN atau PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.
Kemudahan perpajakan yang dimaksud, meliputi tiga aspek yaitu pertama adalah mengenai objek yang selama ini atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tetap dibebaskan dari pengenaan PPN.
Objek tersebut meliputi vaksin polio, buku dan kitab suci, mesin dan peralatan pabrik, barang hasil kelautan dan perikanan, ternak, bibit dan/atau benih, pakan dan bahan pakan, listrik, air bersih, senjata, amunisi, kendaraan darat khusus bagi TNI/Polri, serta satuan rumah susun milik.
Kedua adalah objek yang selama ini atas impor dan/atau penyerahannya tidak dipungut PPN tetap tidak dipungut PPN seperti alat angkutan di air dan udara, kereta api, kapal angkutan laut, kapal penangkap ikan, pesawat udara, serta barang untuk penyandang disabilitas.
Kemudian barang keperluan penelitian dan ilmu pengetahuan, barang pribadi penumpang dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu, serta barang dan bahan atau mesin yang diimpor oleh UMKM dengan menggunakan kemudahan impor untuk tujuan ekspor.
Ketentuan lainnya adalah untuk barang dan jasa yang semula bukan merupakan Barang Kena Pajak (non-BKP) dan bukan Jasa Kena Pajak (non-JKP) diubah menjadi BKP tertentu dan JKP tertentu yang diberikan kemudahan PPN dibebaskan atau tidak dipungut.
Barang dan jasa itu antara lain barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran dengan kriteria barang yang sesuai dalam PP-49/2022 maka dibebaskan dari pengenaan PPN.
Hal yang sama terjadi pada gula konsumsi dalam bentuk gula kristal putih yang berasal dari tebu tanpa tambahan bahan perasa atau pewarna turut dibebaskan dari pengenaan PPN.
Untuk jasa seperti pelayanan kesehatan medis dan sosial, pengiriman surat dengan prangko, keuangan, asuransi, pendidikan, penyiaran yang tidak bersifat iklan, angkutan umum, jasa tenaga kerja, telepon umum menggunakan uang logam, dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos juga dibebaskan dari pengenaan PPN.
Untuk minyak mentah, panas bumi, hasil pertambangan mineral bukan logam dan batuan tertentu, bijih mineral tertentu, serta gas bumi yang dialirkan melalui pipa, liquified natural gas, dan compressed natural gas dibebaskan dari pengenaan PPN.
Sementara emas batangan selain untuk kepentingan cadangan devisa negara diberikan kemudahan perpajakan berupa tidak dipungut PPN.
Neil menambahkan kemudahan perpajakan berupa pembebasan dari pengenaan PPN atau PPN tidak dipungut tersebut akan terus dievaluasi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara.
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yakni 12 Desember 2022. Namun, ketentuan pemberian kemudahan perpajakan sejak 1 April 2022 sampai sebelum berlakunya PP 49/2022 mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam PP ini.
Setelah PP 49/2022 berlaku, PP-146/2000 s.t.d.d. PP-38/2003, PP-81/2015 s.t.d.d. PP-48/2020, PP-40/2015 s.t.d.d. PP-58/2021, dan PP-50/2019 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
“Akan tetapi peraturan pelaksanaan dari PP-PP yang dicabut tersebut masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PP ini,” ujar Neil.(ant/rum/rst)