Jumat, 22 November 2024

INDEF: Subsidi BBM Sebaiknya Diubah Jadi Bantuan Tunai

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi petugas SPBU melayani pembelian BBM bersubsidi jenis Pertalite. Foto: Pertamina

Berly Martawardaya Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan, masyarakat rentan harus dilindungi dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kalau Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Menurutnya, BLT terbukti efektif dan bisa dipertanggungjawabkan datanya. Dia mengambil contoh, waktu harga minyak goreng meroket, Pemerintah dengan cepat menggelontorkan BLT.

“Kenaikan harga BBM nanti juga pasti akan mempengaruhi harga pangan, yang langsung terasa pada masyarakat rentan. Sehingga kenaikan harga pangan terasa di masyarakat bawah, yang komponen dan proporsi belanja buat makanan tinggi yaitu 20 sampai 40 persen. Itu perlu dilindungi, mekanisme BLT terbukti bisa didata dan dihitung,” ujarnya di Jakarta, Selasa (16/8/2022).

Lebih lanjut, dia menyebut subsidi BBM sudah sangat membebani APBN, tapi dampaknya tidak produktif.

“Subsidi BBM regresif cenderung dinikmati yang semakin kaya, semakin banyak mobil, semakin banyak jalan. Sebelumnya, Pak Presiden Jokowi pada 2014 bisa menyampaikan kepada publik bahwa fungsi dan dampak ke masyarakat lebih baik kalau subsidi dipotong,” jelas Dosen Ilmu Ekonomi di Universitas Indonesia itu.

Sekarang, sambung Berly, Pemerintah harus mengambil pilihan yang sulit (taking the hard choice), sembari menjelaskan kepada masyarakat dan memitigasi dampak pada masyarakat, yang paling rentan.

Sebelumnya Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian mengisyaratkan Pemerintah akan mengkaji sistem penyaluran subsidi dan opsi kenaikan harga BBM.

“Di tengah kenaikan harga-harga energi dunia, Indonesia masih melakukan subsidi atau pun memanfaatkan kekuatan fiskal untuk menyerap sebagian kenaikan harga pangan serta energi. Sedangkan negara-negara lain melakukan pass-through yang berarti harga energi ditransmisikan kepada masyarakat,” katanya.

Apalagi, lanjut Airlangga, perekonomian Indonesia terus menciptakan optimisme dan berhasil bertumbuh di atas lima persen pada tiga kuartal terakhir.

Badan Pusat Statistik menyebutkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,44% (yoy) pada Q2 2022 merupakan pertumbuhan yang impresif.

Airlangga menambahkan, capaian positif perekonomian Indonesia merupakan hasil dari kebijakan Pemerintah dan didukung inflasi yang terkendali.

Inflasi Indonesia per Juli 2022 tercatat 4,94 persrn. Angka tersebut lebih baik dari Amerika Serikat yang mencapai 8,5 persen, Jerman 7,5 persen, dan Prancis yang mencapai 6,1 persen.

Sementara itu, Teguh Dartanto Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengungkapkan, tren positif pemulihan ekonomi Indonesia tengah dihadapkan pada persoalan subsidi energi sebagai dampak dari gejolak ekonomi global.

Maka dari itu, evaluasi subsidi BBM layak dilakukan Pemerintah untuk mengurangi beban fiskal.

“Tren pemulihan ekonomi akan mengalami gangguan karena gejolak ekonomi global yang menuju resesi. Evaluasi subsidi BBM menurut saya layak dilakukan karena bisa mengurangi beban fiskal,” jelasnya.

Selain itu, dampak inflasi sudah cukup memberatkan masyarakat meski BBM belum naik. Hal itu bisa dilihat dari kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok di pasaran.

“Artinya, dari sisi perlindungan sosial atau bantalan sosial, walau pun belum ada evaluasi harga BBM, harga kebutuhan pokok sudah naik,” tegasnya.

Dia menambahkan, akan ada dampak negatif kalau subsidi dikurangi dan harga BBM semakin mahal.

Sehingga, Pemerintah perlu menyiapkan skema perlindungan sosial untuk menjaga daya beli karena sebagian besar ekonomi Indonesia bergantung kepada konsumsi masyarakat, sekaligus untuk menjaga momentum positif pemulihan ekonomi Indonesia.

“Untuk menanggulangi dampak negatif maka Pemerintah harus menyiapkan skema perlindungan sosial atau kompensasi kepada kelompok miskin dan rentan untuk pangan dan energi,” ucapnya.

Walau demikian, skema perlindungan sosial menurutnya belum cukup mumpuni. Pemerintah pun diminta untuk meningkatkan besaran dana dan cakupan skema perlindungan sosial.

“Masih belum cukup. Bisa ditingkatkan besaran nilainya dan cakupannya,” ungkapnya.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk melakukan pemutakhiran data terkait kelompok masyarakat terimbas. Karena dampak ekonomi kali ini bisa meluas.

“Bagaimana ini mempercepat pemutakhiran data, siapa yang berhak atau tidak. Artinya dampak ini tidak hanya di kelompok bawah,” tambahnya.

Selain pemutakhiran data, Teguh juga menyarankan Pemerintah menyediakan mekanisme khusus untuk warga masyarakat mengajukan diri sebagai penerima bantuan sosial. Hal itu akan membantu penyaluran bantuan sosial lebih tepat sasaran dan jangkauan.

“Saya dari dulu mendorong ada mekanisme, misalnya on demand application untuk bantuan sosial. Artinya, orang yang benar-benar menderita belum terdaftar, diperkenankan mendaftar. Dari situ ada verifikasi,” pungkasnya.(rid/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs