Sabtu, 23 November 2024

INDEF: Promosi Berinvestasi di Indonesia Harus Dibarengi Perbaikan Iklim Investasi Dalam Negeri

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Airlangga Hartarto Menko Perekonomian RI bertemu Piyush Goyal Menteri Perdagangan dan Industri India , di sela Forum Pertemuan Menteri IPEF, Minggu (11/9/2022), di Los Angeles, Amerika Serikat. Foto: Humas Kemenko Perekonomian

Airlangga Hartarto Menko Perekonomian sudah melakukan pendekatan dengan India, Jepang, dan Selandia Baru, di sela rangkaian Pertemuan Menteri Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) yang berlangsung di Los Angeles, Amerika Serikat.

Pertemuan secara terpisah itu membahas berbagai agenda, di antaranya untuk memacu kerja sama ekonomi kedua negara.

Dalam pertemuan, Airlangga juga mempromosikan Ekonomi Indonesia yang berpeluang tumbuh 4,5-5,3 persen tahun 2022, dengan tren kenaikan konsumsi, laju arus investasi yang terus naik, serta surplus neraca dagang yang masih berlanjut.

Ahmad Heri Firdaus Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan upaya promosi investasi memang selayaknya dilakukan pemerintah.

Di sisi lain, dia mengingatkan Pemerintah jangan cuma fokus melakukan promosi, tapi juga memperbaiki iklim invsetasi di dalam negeri.

“Upaya-upaya menarik investasi memang perlu dilakukan, baik promosi investasi atau memperbaiki iklim investasinya di dalam negeri. Jadi, yang dilakukan adalah upaya jemput bola untuk menarik investor. Tapi, jangan sampai melupakan bagaimana perbaikan di sisi dalam negeri,” ujarnya di Jakarta, Senin (12/9/2022).

Heri melanjutkan, jangan sampai investor yang masuk Indonesia merasakan iklim investasi yang kurang bersahabat.

“Kalau mereka diundang masuk Indonesia, tapi ternyata si calon investor melihat iklim investasi kurang bersahabat kan sayang. Nanti dia malah mengurungkan niat karena menyangka Pemerintah Indonesia cuma pemberi harapan palsu (php),” imbuhnya.

Menurut Heri, setiap investor pasti akan melakukan kajian sebelum memutuskan berinvestasi. Mereka akan membandingkan antara negara satu dengan negara lain, lalu memilih negara yang lebih mendukung investasinya.

Maka dari itu, kondisi di dalam negeri harus dimitigasi dan diwaspadai oleh Pemerintah supaya citra investasi Indonesia tidak jeblok di mata investor.

“Ada upaya untuk memperbaiki iklim secara menyeluruh di berbagai aspek, baik di sisi perizinan kemudian juga fasilitasi yang lain. Karena calon investor selalu membandingkan dengan negara lain. Jangan sampai ketika investor membandingkan, Indonesia yang dapat jelek-jeleknya saja,” timpalnya.

Lebih lanjut, Heri menyebut masuknya investasi juga akan membuat Indonesia mengalami surplus perdagangan.

Hal itu dimungkinkan kalau investasi yang masuk bergerak di bidang industri hilir. Sehingga, barang ekspor Indonesia tidak berupa barang mentah, tapi barang jadi atau setengah jadi yang mempunyai nilai jual lebih tinggi.

“Surplus perdagangan Indonesia selama ini ditopang komoditas. Kalau misalnya ekspor ingin beralih ke barang-barang yang bernilai tambah tinggi, yang lebih hilir. Itu relevan dengan upaya mengundang investor,” tegasnya.

Sementara itu, Yose Rizal Damuri Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) mengatakan, usaha Pemerintah Indonesia menarik investor asing masuk harus diteruskan pihak swasta dan juga pembenahan lingkungan investasi.

“Dalam negara demokrasi, perekonomian dengan negara lain bukan ditentukan oleh Pemerintah. Pemerintah hanya memberikan fasilitasi supaya swasta mau bekerja sama dengan negara partnernya,” kata Rizal.

Selanjutnya, pihak swasta yang nantinya melihat menguntungkan atau tidak berinvestasi di indonesia. Makanya, Pemerintah perlu mengambil sejumlah langkah strategis supaya iklim investasi lebih menarik.

“Dari Pemerintah tentunya harus memperbaiki lingkungan investasi dan lingkungan bisnis, karena swastanya akan lebih melihat memang ada berbagai kesempatan untuk bisnis mereka di indonesia,” sebutnya.

Terkait forum IPEF, Yose mengatakan masih belum terlihat manfaat konkret dan substansial bagi Indonesia.

“Manfaat yang jelas sih, Indonesia masuk dalam lingkaran. Jadi, tidak dilupakan,” sebut Yose Rizal.

Mengenai manfaat lainnya, dia bilang sifatnya jangka panjang karena dalam sebuah kerja sama perdagangan perlu dirumuskan dulu nilai dan standar untuk diadopsi negara-negara anggotanya.

“Kalau di dalam trade agreement itu ada insentif untuk mengadopsi standar yang sama, mengadopsi berbagai nilai-nilai yang sama, insentifnya adalah akses pasar lebih besar yang bisa masuk ke negara tersebut. Tapi, permasalahannya dengan IPEF, Amerika Serikat tidak bisa menawarkan akses pasar,” pungkasnya.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs