Airlangga Hartarto Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian mengatakan, pengendalian inflasi Indonesia yang cukup baik merupakan salah satu langkah penting bagi penguatan perekonomian nasional.
“Saat ini inflasi berada di level 5,9 persen. Dalam upaya pengendalian inflasi, pemerintah telah melaksanakan sejumlah langkah seperti mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” ujarnya di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Menurutnya, Pemerintah terus berupaya keras menjaga stabilitas harga dan inflasi.
“Saat ini, inflasi berada di level 5,9 persen. Dalam upaya pengendalian inflasi, Pemerintah telah melakukan sejumlah langkah seperti mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” ungkapnya.
Selain itu, Pemerintah mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.
Lalu, Pemerintah mengeluarkan berbagai bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebanyak Rp12,4 triliun dan bantuan subsidi upah Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja.
Dengan adanya bantuan itu, Pemerintah berharap bisa memberikan bantalan bagi pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun supaya masih sekitar 5,2 persen, dan tahun depan tetap bertahan di atas 5 persen.
Sementara, Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan (Menkeu) lewat akun media sosial menyebut akar masalah penyebab inflasi adalah rantai pasokan.
Merespons itu, Kemenkeu turut menggunakan instrumen fiskal untuk mendukung pengendalian inflasi dengan memberikan insentif kepada setiap daerah yang inflasinya lebih rendah dari inflasi nasional.
Eisha Rachbini Ekonom INDEF menilai, masalah rantai pasok dalam negeri yang disinggung Menteri Keuangan sebagai salah satu biang kerok naiknya inflasi bisa diselesaikan dengan teknologi.
“Penggunaaan teknologi bisa membantu, misalnya real time data untuk supply, data produksi, sampai data demand yang dibutuhkan masyarakat, juga industri harus sinkron, dibutuhkan koordinasi antarlembaga berwenang yang baik,” ucapnya.
Rantai pasok dalam negeri, lanjut Eisha, perlu dibenahi mulai dari produsen, petani, sampai konsumen.
“Masalahnya selalu berulang, harga bahan pokok naik akibat masalah mismanagement di rantai pasok. Permasalahan rantai pasok terutama food commodity, seperti misalnya bahan-bahan pokok, kapan supply lagi tinggi, bisa disimpan dikelola dengan baik, ketika supply lagi sedikit, misal akibat cuaca buruk, bisa diantisipasi,” imbuhnya.
Mohammad Faisal Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) menyebut strategi Pemerintah untuk mengendalikan inflasi dengan menjaga rantai pasok sudah tepat.
Menurutnya, faktor suplai berpengaruh besar dalam kenaikan angka inflasi dibanding faktor permintaan. Sehingga, perlu penguatan kolaborasi TPIP dan TPID.
“Kalau kemudian Pemerintah melakukan usaha untuk menekan permasalahan dari sisi suplai dengan pengendalian inflasi di nasional dan daerah, itu memang salah satu yang harus dilakukan Pemerintah,” terangnya.
Lebih lanjut, Faisal mengatakan strategi Pemerintah cukup efektif menahan laju inflasi. Hal itu terlihat dalam pembacaan data pada September 2022.
Walau ada peningkatan inflasi sebesar 1,17 persen (month to month), tapi justru ada penurunan inflasi inti dan deflasi pada kelompok volatile food. Artinya, pendorong inflasi adalah dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
“Jadi, faktor pendorong inflasinya murni karena memang first round effect kenaikan harga BBM bersubsidi. makanya kena di inflasi transportasi, karena bahan bakarnya,” sebutnya.
Deflasi pada bukan September, sambung Faisal, juga tidak biasa, karena lazimnya kenaikan BBM subsidi akan diikuti inflasi harga pangan.
Dia menduga hal itu dipengaruhi faktor permintaan yang tidak terlalu kuat.
“Padahal biasanya ketika ada kenaikan harga BBM subsidi diikuti juga oleh kenaikan bahan pangan. Tapi bulan September kemarin malah terjadi deflasi,” terangnya.
Maka dari itu, Faisal menyarankan Pemerintah melihat tingkat efektivitas strategi penurunan inflasi dalam beberapa bulan ke depan.
“Perlu dilihat juga apakah sudah efektif atau belum? Ini masih di bulan September ya jadi baru bisa terlihat first round effect,” pungkasnya.(rid)