Jumat, 22 November 2024

INDEF: G20 Harus Menghasilkan Kesepakatan Konkret untuk Mengatasi Krisis Pangan Global

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan

Pertemuan KTT G20 yang dijadwalkan berlangsung di Nusa Dua, Bali, 15-16 November 2022 diharapkan membawa hasil yang konkret bagi masyarakat dunia.

Hal itu diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan, mulai dari konflik geopolitik serta isu krisis pangan, energi dan krisis ekonomi.

Andry Satrio Nugroho Ekonom INDEF mengatakan, dalam working group pertanian G20 sudah sempat dibahas beberapa hal krusial tentang pangan dunia.

“Memang mereka sudah berkomitmen untuk bersama-sama setidaknya punya urgensi terkait krisis pangan. Karena, salah satu persoalan krisis pangan yaitu nutrisi dan kemiskinan,” ujarnya di Jakarta, Kamis (10/11/2022).

Dalam pertemuan tersebut, lanjut Andry, Agriculture Working Group G20 sepakat untuk mempromosikan terciptanya sistem pangan yang berkelanjutan dan tangguh.

“Jadi, ketika ada krisis baru, bisa setidaknya bertahan. Ketangguhan pertanian dan sistem pangan menjadi hal penting,” imbuhnya.

Beberapa inisiatif global sudah diluncurkan organisasi regional, internasional, dan bahkan secara mandiri oleh beberapa negara untuk menghadapi permasalahan ketahanan pangan.

Di antaranya, the UN Global Crisis Response Group (GCRG), the G7 Global Alliance for Food Security (GAFS), the Global Agriculture and Food Security Program (GAFSP), International Finance Institutions Action Plan, dan Global Development Initiative.

“Agriculture ministerial negara G20 mendorong adanya praktik perdagangan pangan yang terbuka, transparan tidak mendiskriminasi dan bisa menciptakan komoditas pangan yang tersedia, dan bisa dijangkau seluruh negara,” paparnya.

Lebih lanjut, Andry mendorong organisasi internasional terkait untuk memonitor implementasi berbagai hasil kesepakatan Agriculture ministerial negara G20.

Sebelumnya, Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian menyebut Indonesia akan menjadi perhatian dunia dalam penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.

Hal itu tidak terlepas dari performa perekonomian Indonesia dalam kondisi yang baik dibandingkan negara-negara lain.

“Dari segi recognition, Indonesia akan menjadi perhatian dunia,” ucapnya di Jakarta, Kamis (10/11/2022).

Airlangga menjelaskan, ekonomi Indonesia tumbuh impresif 5,72 persen (yoy) pada Kuartal III tahun 2022 pada waktu KTT G20 berlangsung.

Pemerintah juga berhasil menekan tingkat inflasi menjadi 5,7 persen. Selain itu, Indonesia juga akan memegang keketuaan ASEAN.

Sementara itu, Mohammad Faisal Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengatakan, capaian Indonesia membuktikan ekonomi lebih resilien dibanding negara maju atau negara besar lain.

Walau demikian, Faisal mengingatkan Pemerintah Indonesia lebih mewaspadai masa selanjutnya.

“Itu menunjukkan sebenarnya ekonomi Indonesia relatif lebih resilien dibandingkan dengan negara-negara yang ada di luar, terutama negara-negara maju, negara-negara yang lebih besar. Tapi, itu tidak berhenti di Kuartal III saja. Yang perlu diwaspadai adalah ke depannya, di Kuartal IV dan 2023,” terangnya.

Menurut Faisal, pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak didorong kalangan menengah atas yang mempunyai daya beli relatif lebih tahan pada inflasi dibandingkan kalangan bawah.

Selanjutnya, Faisal juga menekankan pentingnya untuk menjaga daya beli kedua kalangan, khususnya kalangan bawah.

“Sebetulnya ekonomi itu digerakkan oleh kalangan menengah-atas yang tidak terlalu banyak terpengaruh oleh inflasi. Namun, inflasi yang lebih tinggi itu mengena pada daya beli terutama pada kalangan bawah. Itu yang perlu dilihat,” timpalnya.

Faisal mengungkapkan, pentingnya konsumsi rumah tangga dengan menjaga daya beli masyarakat untuk menepis kekhawatiran pertumbuhan ekonomi lebih tinggi disertai kesenjangan lebih lebar antara kalangan menengah-atas dan kalangan bawah.

Kalangan masyarakat bawah tidak mendapat efek ganda yang cukup dari pertumbuhan ekonomi. Bahkan justru mendapat tekanan baru karena adanya kenaikan biaya hidup akibat inflasi.

“Yang perlu dilakukan pemerintah adalah memastikan kalangan menengah ke bawah, kebijakan-kebijakan insentif yang diberikan itu jangan sampai kontra produktif terhadap menjaga daya beli kalangan menengah ke bawahnya,” tegasnya.

Selain program bantuan sosial (Bansos) dalam menjaga daya beli, Pemerintah juga perlu menciptakan lapangan kerja yang cocok dengan kemampuan kalangan menengah ke bawah.

Di sisi lain, Pemerintah juga perlu untuk mengamankan sisi produksi dengan memberikan insentif untuk para pelaku UMKM.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs