InaGRO Expo 2022 yang digelar oleh Kadin Jawa Timur (Jatim) di Grand City Surabaya, mulai Kamis (11/8/2022) hingga Minggu (14/8/2022), dimanfaatkan sebagai ruang diskusi para stakeholder sektor pertanian, untuk membahas berbagai persoalan pertanian melalui “Rembug Tani”.
Dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net, Minggu malam, diskusi yang cukup panjang dan menarik tersebut akhirnya menetapkan empat rekomendasi yang akan disampaikan kepada Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim dan Joko Widodo Presiden. Rekomendari pertama mengkritisi persoalan lahan, kedua tentang pentingnya kolaborasi semua stakeholder pertanian, ketiga tentang lembaga riset dan sistem data informasi petanian dan ke empat tentang pencabutan subsidi pupuk.
“Pertama kita berharap pemerintah secepatnya menetapkan lahan sawah yang dilindungi karena kita tidak ingin lahan sawah kita akan semakin tergerus. Dan prediksinya kalau kita hanya bertahan seperti ini maka pada tahun 2045 lahan sawah di seluruh Indonesia hanya tinggal 3,4 juta hektar. Tentunya itu sangat tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan kita,” tegas Sumrambah Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Jombang, Minggu (14/8/2022).
Ia menegaskan, saat ini, alih fungsi lahan sangat luar biasa. Secara nasional, luas lahan pertanian di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 8,4 juta hektar. Sedangkan di tahun 2019, luas lahan pertanian di Indonesia hanya mencapai 7,4 juta hektar. Artinya, dalam kurun waktu tujuh tahun, penyusutan lahan pertanian di Indonesia mencapai satu juta hektar.
“Kalau ini dibiarkan, maka prediksi kami di tahun 2045, lahan pertanian di Indonesia hanya akan mencapai 3,6 juta hektar. Ini tidak akan bisa mencukupi kebutuhan pangan Indonesia. Terlebih dengan penambahan penduduk yang sudah diangkat 240 juta jiwa,” jelas Sumrambah yang juga Wakil Bupati Jombang.
Agar hal tersebut tidak terjadi, lanjut dia, pemerintah harus segera memutusakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) agar lahan sawah terlindungi dan tidak akan tergusur oleh sektor lain.
“Satu pokok pikiran lagi terkait soal lahan yaitu, dalam UU Agraria tentang pemanfaatan harus ditetapkan sehingga tidak ada lagi lahan yang terlantar. Tidak akan ada lagi investor yang membeli lahan yang sangat luas dan dibiarkan,” ujarnya.
Rekomendasi kedua adalah pentingnya kolabrasi semua stakeholder pertanian dari hulu hingga hilir. Karena persoalan pertanian harus dirumuskan dan dikerjakan bersama-sama. “Petani tidak akan bisa maju sendiri tanpa campur tangan semua pihak, termasuk pemerintah, pengusaha, akademisi hingga media,” imbuhnya.
Disisi lain, sebagai rekomendasi ke tiga, lembaga riset dinilai sangat vital untuk menemukan formula tepat dalam meningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Dalam hal ini, Kadin Jatim mendorong pemerintah provinsi agar memanfatkan lembaga riset untuk secepatnya bekerja dengan titik fokus pertanian.
Hal ini dikarenakan kontribusi Jatim mencapai 35 persen dari total sektor agro secara nasional sehingga keberadaan lembaga atau institute sangat dibutuhkan. Selain itu, juga untuk mendesak penerapan teknologi pangan untuk menghindari Indonesia dari krisis pangan global. Penerapan teknologi ini sangat penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian di Indonesia, termasuk Jatim.
“Selanjutnya meminta pemerintah agar menyediakan sistem data pertanian. Sistem ini bukan hanya sekedar berbasis produksi tetapi juga sistem informasi pasar. Melalui sistem informasi pasar tersebut, maka petani tidak akan diadu dengan petani karena sistem tersebut akan memberikan informasi per wilayah produksi,” terangnya.
Dan rekomendasi terakhir atau ke-4 adalah pencabutan subsidi pupuk. Kadin Jatim dan lembaga seperti HNSI, HKTI dan KTNA sepakat membuat sebuah komitmen untuk mendesak pemerintah mencabut subsidi pupuk. “Karena subsidi pupuk tidak penting tetapi justru yang menghancurkan ruang kami distribusi pupuk subsidi semakin amburadul, disparitas harga semakin tinggi juga menyebabkan kami harus membeli pupuk subsidi di beberapa tempat dengan harga yang tinggi, antara Rp250 ribu hingga Rp300 ribu. Karena disparitas tersebut memicu oknum untuk memanfaatkan tata niaga pupuk secara criminal,” jelas Sumrambah.
Sementara itu, Warsito Wakil HKTI Jatim dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa pemerintah harus tanggap dan cepat mengambil keputusan untuk melindungi lahan pertanian. “Kami hanya meminta peran aktif pemerintah terkait UU 41/2009 tentang LP2B Lahan Pangan Berkelanjutan, tentunya pemerintah harus bisa memproteksi agar lahan tersebut tidak berkurang,” ujar Warsito.
Terkait pencabutan subsidi pupuk, ia mengatakan pemerintah harus berani membalik sistem subsidi, dari subsidi tanam menjadi subsidi hasil. Dengan cara apapun, pemerintah harus bisa memberikan rasa aman dengan memberikan kepastian terjual. Pemerintah, ujarnya, harus bertanggung jawab untuk membeli seluruh hasil panen yang dihasilkan petani.
Sementara dari sisi nelayan, Sutoyo M Muslih Sekretaris HNSI Jatim Sutoyo berharap, perbankan mau untuk menjadikan aset kapal yang mereka miliki bisa dijadikan jaminan. Karena untuk menjadi nelayan yang berkembang, dari menengah kecil ke nelayan besar membutuhkan investasi yang besar.
Dalam kesempatan tersebut, Adik Putranto Ketua Kadin Jatim merasa sangat senang bisa menjembatani dan menjadi fasilitator semua pelaku pertanian, perkebunan dan kelautan untuk bisa bertemu.
“Saya sangat senang sebagai Ketua Umum Kadin Jatim bersama teman-teman KTNA, HKTI, HNSI membahas krisis pangan kedepan. Kita bahas betul-betul bagaimana caranya kita bisa menanggulangi krisis pangan. tentunya forum ini akan kita lanjutkan dan akan kita buat bulanan untuk bertemu dan menambahkan komunitas ini agar kita benar-benar mampu menciptakan ketahanan pangan yang tangguh di Jatim,” ujarnya. (bil/iss)