Sabtu, 23 November 2024

Ekonomi Hijau Indonesia Jangan Meniru Cara Barat

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Hasto Kristiyanto (kiri) saat beri kuliah umum di Unesa, Jumat (25/2/2022). Foto : istimewa

Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) mengingatkan konsepsi Green Economy dan Blue Economy secara paradigmatik lahir pada tahun 1980-an sebagai respons kegagalan perekonomian dunia yang kapitalistik eksploitatif.

Demikian disampaikannya saat memberikan Kuliah Umum berjudul “Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Ekonomi Hijau dan Digital Menuju Indonesia Emas 2045” di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (25/2/2022).

Dalam kesempatan itu, turut hadir Prof. Rokhmin Dahuri Ketua DPP PDIP bersama Prof. Dr. Nurhasan Rektor Unesa dan sejumlah kepala daerah wilayah Jawa Timur termasuk Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya.

Menurut Hasto, ini bukan gagasan baru. Pasalnya, para pendiri bangsa sudah sejak awal merintis ini.

“Djoeanda (Raden Djoeanda Kartawidjaja), ketika dipercaya oleh Bung Karno menjadi Perdana Menteri, ia memilih membangun waduk-waduk pembangkit listrik tenaga air seperti Jatiluhur. Mengintegrasikan hutan-hutan tidak boleh diberikan kepada swasta dan asing karena kesadaran dari Soekarno bahwa Indonesia yang berfungsi sebagai paru-paru dunia bersama Brasil dan Kongo,” kata Hasto.

Karena itu, dia menyayangkan jikalau ada peneliti atau ahli menyampaikan konsep Green Economy dengan berkiblat dengan dunia barat. Lupa menggali seluruh konsepsi dari bangsa sendiri yang berada di wilayah laut. Seharusnya semua berdasarkan Pancasila serta memahami kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

“Pancasila-lah dengan spirit kelahirannya pada tanggal 1 Juni (1945) dengan prinsip gotong royong musyawarah mufakat, menghasilkan suatu konsep tentang ekonomi jerakyatan gang egaliter. Tentang nilai-nilai yang inklusif sebagai suatu bentuk transformasi ekonomi hijau,” jelas Hasto.

Pria asal Yogyakarta ini pun menjelaskan, bahwa RI Soekarno Presiden pertama sudah mencanangkan tentang Green Economy ini tidak terlepas dari tata ruang. Sehingga ada koridor strategis bahwa Kalimantan menjadi Ibu Kota Negara dan sebagai kekuatan angkatan udara Indonesia. Kemudian, Indonesia Timur sebagai suatu pusat dari kekuatan maritim Indonesia.

Lalu Sumatera sebagai pusat perkebunan, Jawa-Bali sebagai pusat riset dan lumbung pangan, Bandung sebagai pusat pertahanan militer darat, dan Sulawesi juga sebagai lumbung pangan.

“Jangan menggunakan lahan subur untuk kebutuhan industri. Itu politik tata ruang, itu Green Economy di dalam kebijakan tata ruang,” kata Hasto.

Menurut dia, konsep ini diadopsi oleh Jokowi Presiden yakni Indonesia sentris.

“Yang terpenting bukanlah mendorong kemajuan berdasarkan eksploitasi alam tetapi bagaimana menggunakan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengolah apa yang kita punya,” ujar Hasto.

Karenanya, semangat berdikari harus digelorakan. Agar mampu menciptakan peluang untuk kemajuan.

“Jika kita mampu berdiri diatas kaki sendiri, Indonesia Emas 2045 menjadikan suatu langkah harapan. Bagaimana kita mengejar ketertinggalan kita,” kata Hasto.

Sementara itu, Ketua DPP PDIP Prof. Rokhmin Dahuri menyoroti dari sisi maritim Indonesia, bahwa menyatakan mengembangkannya sangat luas dan harus dioptimalkan.

“Nilai ekonominya bagus sekali, sekitar US 1,4 Triliun Dollar per tahun. Artinya hampir tujuh kali lipat dari APBN kita,” ucap Rokhmin

Karenanya, jika ekonomi maritim ini dikelola dengan sains dan teknologi, maka bisa membangkitkan 45 juta orang untuk bekerja. “Jadi artinya hampir 50 persen masalah bangsa, kalau kita manage saja ekonomi maritim dengan profesional itu sudah selesai,” kata Rokhmin.(faz)

Bagikan
Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs