Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian mendapat apresiasi dari lembaga CSIS atas kiprahnya menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di masa pandemi Covid-19 dan krisis multidimensi global.
Apresiasi disampaikan Gregory B. Poling, Direktur CSIS untuk Kawasan Asia Tenggara, dalam acara Public Lecture pada The CSIS ASEAN Leadership Forum berjudul “Indonesia’s Economic Priorities: A Conversation with Airlangga Hartarto, Senin (24/10/2022), di Gedung CSIS Washington D.C, Amerika Serikat.
Merespons hal itu, Airlangga menyebut sejumlah langkah strategis yang diterapkan Pemerintah Indonesia terbukti efektif menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah berbagai ancaman krisis.
Dalam paparannya, Menko Perekonomian menyebut salah satu lesson learned yang diperoleh Indonesia di masa pandemi yaitu dalam situasi ekonomi yang sulit, pendekatan kebijakan harus fleksibel dengan semua instrumen kebijakan yang harus siap dan memiliki kapasitas maksimal.
Di antaranya, sejumlah program seperti layanan digital kesehatan, Kartu Prakerja, dan beragam bentuk bantuan untuk masyarakat.
“Saya percaya masa-masa perlambatan ekonomi adalah kesempatan bagi negara-negara seperti Indonesia untuk melakukan reformasi struktural. Reformasi yang mungkin bisa membutuhkan waktu 70 tahun untuk menyelesaikannya. Namun, Indonesia bisa melakukannya selama pandemi Covid-19. Sehingga, ketika pandemi hampir berakhir, kami mulai melakukan restrukturisasi dan reformasi ekonomi,” ujarnya dalam forum internasional tersebut.
Menurut Riza Noer Arfani Pakar Perdagangan Ekonomi Dunia dan Politik Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), kehadiran Airlangga membawa dua pesan penting.
“Pertama, untuk masyarakat internasional terutama untuk mengundang calon-calon investor ke dalam negeri. Kedua, arahnya domestik untuk meyakinkan para pelaku ekonomi bahwa ekonomi kita cukup resilience tahun depan,” ucapnya kepada wartawan, Rabu (26/10/2022).
Bantuan untuk masyarakat, lanjut Riza, masih terus dibutuhkan, terlebih tahun depan disebut-sebut sebagai masa yang gelap.
“Saran saya, pertahankan daya beli pada level yang ada. Itu artinya belanja Pemerintah harus terus digenjot, subsidi harus tepat sasaran, yang nantinya bisa mempertahankan kondisi pasar domestik jadi penopang pertumbuhan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dia bilang Pemerintah bisa memberikan bantuan langsung maupun yang sifatnya produktif bagi mereka yang berpotensi terdampak resesi.
“Menyasar sektor yang menopang pertumbuhan, sektoralnya harus dilihat kontribusinya. Jangan sampai insentif salah sasaran. Secara umum yang diperhatikan, insentif diberikan kepada kelompok masyarakat menengah bawah,” tambahnya.
Kemudian, sektor UMKM, jasa, perdagangan, tempat ekonomi domestik berputar harus dibantu supaya daya beli masyarakat terjaga. Selain itu, Pemerintah juga bisa mengidentifikasi sektor riil yang memiliki peluang ekspor.
Sementara itu, Andry Satrio Nugroho Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan, kebijakan gas dan rem memang sangat terlihat dalam situasi pandemi kemarin.
Menurutnya, keberhasilan Indonesia menerapkan kebijakan tersebut juga didukung oleh banyak pihak.
“Saya kira gas dan rem ketika pandemi Covid-19 memang kita rasakan hasilnya. Tapi, bukan hanya Kemenko Perekonomian saja yang punya peran di situ, tetapi juga seluruh kementerian,” jelasnya.
Walau kondisi perekonomian relatif terkendali, Andry mendorong keberhasilan mengatasi pandemi itu harus berlanjut pada upaya membangun kembali ekonomi Indonesia.
“Persoalannya sekarang adalah bagaimana kita bisa membangkitkan industri kembali pascapandemi Covid-19,” tegasnya.
Andry pun menyarankan Kemenko Perekonomian memperhatikan berbagai tantangan yang muncul akibat kondisi global.
“Beberapa tantangan yang perlu diperhatikan seperti geopolitik atau krisis yang sekarang juga memberikan dampak terhadap harga bahan baku dan juga harga energi,” lanjutnya.
Di sisi lain, Andry juga menyorot beberapa persoalan kawasan ekonomi khusus (KEK). Menurutnya, beberapa KEK tidak terlalu berhasil.
“Ada beberapa kawasan ekonomi khusus yang cukup laku, tetapi banyak juga kawasan ekonomi khusus yang saya melihatnya masih yang masih tertinggal. Dan belum ada evaluasi yang secara menyeluruh dari Kemenko. Padahal Kemenko yang punya urusan terkait dengan kawasan ekonomi khusus tersebut,” tuturnya.
Selanjutnya, ada serangkaian permasalahan yang masih terjadi. Salah satunya insentif fiskal dan non fiskal masih belum tersalurkan di kawasan-kawasan tersebut.
Oleh karena itu, menurut Andry, hal yang perlu dilakukan adalah fokus menjadikan KEK sebagai pendorong kemajuan industri Indonesia.
“Pemerintah harus menerapkan strategi yang tepat agar kawasan ekonomi khusus juga bisa menjadi kawasan strategis untuk mendorong industri nasional,” pungkasnya.(rid/dfn)