Jumat, 22 November 2024

Di Forum Diskusi Internasional, Mendag RI Kritik Standar Ganda Perdagangan Negara Maju

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Muhammad Lutfi Mendag RI berbicara dalam panel diskusi yang disponsori Channel News Asia (CNA) dari Singapura bertema 'The Biggest Trade Deal in the World', Jumat (27/5/2022). foto: Kemendag

Muhammad Lutfi Menteri Perdagangan (Mendag) RI menegaskan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bisa menjadi solusi nyata buat perekonomian dunia yang dilanda inflasi tinggi.

Menurutnya, hambatan perdagangan dunia yang disebabkan proteksionisme dan perang dagang, serta tidak berfungsinya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagaimana mestinya harus direspons dengan kerja sama erat.

Pernyataan itu disampaikan Mendag RI, dalam panel diskusi yang disponsori Channel News Asia (CNA) dari Singapura bertema ‘The Biggest Trade Deal in the World’, Jumat (27/5/2022).

“Ketika negara-negara yang sudah maju menerapkan standar ganda, WTO justru tidak berkutik. Tingginya harga komoditas dunia saat ini adalah peluang bagi para petani di negara-negara berkembang besar seperti Indonesia, India, Brasil dan Tiongkok untuk menikmati keuntungan lebih,” ujarnya.

Lutfi bilang, ekuilibrium baru dalam perdagangan komoditas pangan dunia itu jangan dirusak dengan cara menyalahkan salah satu negara semisal Tiongkok karena posisi dagang yang kurang menguntungkan.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu menyebut, sebuah kesalahan besar kalau beberapa negara maju berkelompok untuk membenarkan standar ganda.

Standar ganda yang dimaksud, negara-negara yang sudah maju menyalahkan dan mengganggu perdagangan bebas dunia pada waktu mereka kurang diuntungkan posisi dagangnya terhadap suatu negara tertentu, misalnya Tiongkok.

“Padahal, waktu posisi dagang mereka diuntungkan sehingga petani di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang makmur, semua negara berkembang dipaksa membuka pasar mereka. Artinya, harus ada kebersamaan dan kesetaraan kesempatan dalam perdagangan bebas dunia,” tegas Lutfi.

Dalam forum itu, Mendag RI sempat berdebat cukup tegang dengan panelis lainnya yaitu Tak Miinami CEO Suntory Holdings, salah satu produsen makanan dan minuman terbesar di dunia asal Jepang.

CEO perusahaan Jepang tersebut menyatakan pesimistis dengan situasi perdagangan dunia saat ini, khususnya karena Tiongkok yang saat ini menutup pasarnya atas kebijakan Zero-Covid yang diterapkan Xin Jin Ping Presiden China.

Maka dari itu, dia memandang Tiongkok perlu dibatasi perannya dalam perdagangan dunia.

Mendag RI menyayangkan pandangan tesebut apalagi mengingat Jepang sudah merasakan menjadi negara maju.

Menurut Lutfi, dunia harus mengakui fakta ketika Tiongkok mulai mendominasi perdagangan dunia, dampak positifnya dapat dirasakan seluruh masyarakat dunia dengan harga barang-barang yang semakin terjangkau.

“Kami di Indonesia sangat merasakan betul manfaatnya. Apalagi Tiongkok juga menjadi sumber utama transfer teknologi bagi negara-negara berkembang saat ini,” tegasnya.

Walau Tiongkok baru bergabung dengan WTO di tahun 2001, Lutfi menyatakan manfaatnya jauh lebih terasa dibandingkan empat puluh tahun lebih sejak perdagangan dunia didominasi kapitalisme Barat.

“Biarkan harga pangan tinggi sekarang menjadi sinyal supaya petani dan peternak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia meningkatkan produksi. Sehingga, nantinya harga akan turun
dengan sendirinya karena pasokan melimpah,” tegasnya.

Mendag RI optimistis, RCEP bisa memperbaiki tata niaga perdagangan dunia. Dari yang sebelumnya berbasis akumulasi dan konsentrasi kemakmuran, menuju tata niaga baru yang meratakan kemakmuran dan menciptakan kesejahteraan bersama.(rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs