Jumat, 22 November 2024

BI: Kondisi Ekonomi Global Berisiko Tumbuh Lebih Rendah dari Prakiraan

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi peti kemas yang akan diekspor. Foto: Kemenkeu

Bank Indonesia memprediksi kondisi ekonomi global berisiko tumbuh lebih rendah dari prakiran sebelumnya, disertai dengan peningkatan risiko stagflasi dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan.

Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia menyebut, pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, berisiko lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Pertumbuhan yang lebih rendah ini akan disertai dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara dan bahkan resesi di sejumlah negara maju sebagai dampak dari pengetatan kebijakan moneter yang agresif.

“Berbagai indikator dini Juli 2022 mengindikasikan berlangsungnya perlambatan konsumsi dan kinerja manufaktur di AS, Eropa, dan Tiongkok. Sementara itu, tekanan inflasi global masih tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung, serta perbaikan gangguan rantai pasokan yang masih terbatas,” ujar Perry, Selasa (23/8/2022).

Ia melanjutkan, volume perdagangan dunia juga diprakirakan lebih rendah dari prakiraan seiring dengan perlambatan ekonomi global. Sejalan dengan perkembangan tersebut, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, di tengah masih berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara, termasuk AS meskipun tidak seagresif dari prakiraan awal.

“Hal ini mengakibatkan masih terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia,” ungkapnya.

Sementara nilai tukar Rupiah berdasarkan data pada 22 Agustus 2022 menguat secara rerata sebesar 0,94 persen, meskipun terdepresiasi 0,37 persen (ptp) dibandingkan dengan akhir Juli 2022.

Perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut sejalan dengan kembali masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik, terjaganya pasokan valas domestik, serta persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik, di tengah tetap tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

“Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah sampai dengan 22 Agustus 2022 terdepresiasi 4,27 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 6,92 persen, Malaysia 7,13 persen, dan Thailand 7,38 persen. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi,” pungkasnya.(dfn/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs