Sabtu, 23 November 2024

Studi WHO: Jam Kerja Panjang Bisa Jadi Pembunuh di Tengah Pandemi

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi pekerja. Foto: Antara

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, bekerja dengan jam kerja panjang telah membunuh ratusan ribu orang setiap tahun di tengah tren yang memburuk karena pandemi Covid-19.

Studi global pertama tentang hilangnya nyawa terkait jam kerja yang lebih panjang itu terpublikasi dalam sebuah makalah yang dimuat di dalam jurnal Environment International.

Studi itu menunjukkan, sebanyak 745.000 orang meninggal pada 2016 silam karena stroke dan penyakit jantung, yang dalam studi itu dinyatakan berkaitan dengan jam kerja yang panjang.

Angka itu meningkat hampir 30 persen dari tahun 2000.

“Bekerja 55 jam atau lebih per minggu merupakan bahaya kesehatan yang serius,” kata Maria Neira Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim, dan Kesehatan WHO, dikutip Antara dari Reuters, Senin (16/5/2021).

“Yang ingin kami lakukan dengan informasi ini adalah mempromosikan lebih banyak tindakan, lebih banyak perlindungan terhadap pekerja,” katanya.

Studi bersama, yang dihasilkan WHO dan Organisasi Perburuhan Internasional menunjukkan, sebagian besar korban (72 persen adalah laki-laki dan berusia paruh baya atau lebih.

Seringkali kematian terjadi jauh di kemudian hari, kadang-kadang beberapa dekade kemudian, daripada saat masih bekerja.

Menurut WHO, itu menunjukkan bahwa orang yang tinggal di Asia Tenggara dan wilayah Pasifik Barat – wilayah yang menurut WHO mencakup China, Jepang dan Australia – adalah yang paling terpengaruh.

Secara keseluruhan, penelitian yang mengambil data dari 194 negara itu menyatakan, bekerja 55 jam atau lebih seminggu dikaitkan dengan risiko stroke yang 35 persen lebih tinggi.

Tidak hanya itu, jam kerja panjang itu juga dikaitkan dengan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik yang 17 persen menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan 35-40 jam kerja per pekan.

Studi itu memang dilakukan untuk periode 2000-2016. Namun, pejabat WHO menyatakan, lonjakan pekerja jarak jauh dan pelambatan ekonomi global akibat Pandemi Covid-19 kemungkinan besar akan meningkatkan risikonya.

“Pandemi mempercepat perkembangan yang dapat mendorong tren peningkatan waktu kerja,” kata WHO.

Organisasi itu memperkirakan, setidaknya sebanyak 9 persen orang bekerja dengan jam kerja yang lebih panjang di tengah Pandemi Covid-19 ini.

Staf WHO, termasuk ketuanya Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, mereka telah bekerja berjam-jam selama pandemi dan Neira mengatakan badan PBB akan berusaha memperbaiki kebijakannya.

Jam kerja yang dibatasi, menurut mereka akan bermanfaat bagi pengusaha karena telah terbukti meningkatkan produktivitas pekerja. Demikian kata Frank Pega Petugas teknis WHO.

“Ini benar-benar pilihan cerdas untuk tidak menambah jam kerja panjang dalam krisis ekonomi,” ujarnya.(ant/den)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs