Jumat, 22 November 2024

Pengamat Sebut NIK Sekaligus Jadi NPWP Lebih Memudahkan Pengawasan

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi kartu NPWP

Pada Selasa (5/10/2021) besok, sidang paripurna DPR akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang mana salah satu perubahan krusial dalam aturan tersebut tentang penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Menurut Ali Yus Isman Wakil Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia, penerapan NIK sekaligus menjadi NPWP akan lebih memudahkan pengawasan pajak maupun pelaporan pajak bagi wajib pajak.

“Yang akan berubah secara luar biasa adalah mekanisme pengawasan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak karena memudahkan pengawasan dan memaksimalkan pelayanan,” kata Ali kepada Radio Suara Surabaya, Senin (3/10/2021).

Hanya saja untuk wajib pajak yang sudah memiliki NPWP, kebijakan ini memiliki implikasi minimal karena selama ini, dalam NPWP pun sudah tercantum NIK.

“Kalau wajib pajak yang sudah memiliki NPWP, sebenarnya implikasinya minimal sekali karena NIK kita sudah tercantum. Paling hanya perubahan aplikasi saja bahwa nomor NPWP adalah NIK. Mungkin di sistem pembayaran atau pelaporan yang berubah,” ujarnya.

Ia juga meminta masyarakat untuk tidak khawatir terhadap kebijakan ini. Ali menekankan, meski semua penduduk Indonesia memiliki NIK, namun tidak semuanya harus memiliki NPWP atau tergolong wajib pajak. Yang bisa masuk dalam wajib pajak adalah penduduk yang memiliki jumlah pendapatan yang memenuhi syarat untuk dijadikan objek pajak.

“Karena orang memiliki NPWP harus ada syaratnya, ada kewajiban objektif dan subjektif. Kalau belum ada objek pajak atau income (penghasilan) yang memenuhi syarat, maka orang itu tidak wajib punya NPWP,” imbuhnya.

Ali mengatakan, sebenarnya rencana ini sudah muncul sejak lama bahkan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dengan sebutan SIN atau single identity number. SIN merupakan sebuah identitas unik yang dimiliki setiap individu yang mengakomodir data individu perihal keuangan dan non keuangan.

Namun saat itu, rencana tersebut belum tercapai karena kesiapan infrastruktur yang belum memadai. Berbeda dengan sekarang yang lebih mudah diterapkan karena berbagai data kependudukan sudah terintegrasi.

“Sebetulnya infrastruktur sudah siap dan integrasi data tanah, bangunan, kendaraan, investasi, rekening bank, semua sudah terintegrasi juga,” kata Ali.

Ia berharap dengan terintegrasinya data NIK dengan NPWP, masyarakat yang memang tercatat sebagai wajib pajak dapat lebih patuh untuk membayar pajak. Khususnya para wajib pajak yang selama ini melakukan transaksi bawah tanah (underground), yakni mereka yang tergolong kaya namun jumlah pajak yang harus dibayarkan belum sesuai dengan kewajibannya.

“Masih banyak yang tidak tersentuh terutama yang transaksi-transaksi underground, transaksi dengan nilai besar tapi cash (tunai). Misalnya di sektor informal, income mereka banyak tapi tidak terpantau kegiatannya. Mereka punya kewajiban (pajak) tapi karena tidak terpantau jadi belum tersentuh,” paparnya.(tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs