Jumat, 22 November 2024

Pengamat: Asuransi Pertanian Hadir Selamatkan Petani Akibat Gagal Panen

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Ilustrasi. Foto: pertanian.go.id

Masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor pertanian dan peternakan banyak yang masih enggan mengikuti asuransi pertanian dan peternakan. Meski asuransi ini diklaim dapat meng-cover kerugian petani, akibat terdampak cuaca ekstrem hingga bencana alam.

Surya Vandiantara Pengamat Pertanian mengatakan, fungsi asuransi pertanian hadir untuk memitigasi resiko atau menyelamatkan petani ketika terjadinya gagal panen dari para petani.

“Tugas pokok asuransi pertanian tersebut untuk memitigasi risiko, ketika terjadi gagal panen di periode pertama, dan modalnya habis, pupuknya, bibitnya habis yang sudah digunakan dan ternyata gagal, harapannya dengan adanya asuransi, maka di periode selanjutnya petani masih bisa berproduksi,” kata Surya dalam rilis yang diterima suarasurabaya.net, Rabu (10/3/2021).

Menurut Surya, peran asuransi pertanian diyakini sangatlah penting dalam menjaga produktifitas pertanian, memang tidak meningkatkan hasil panen, namun menghilangkan rasa kekhawatiran bagi para petani jika terjadi gagal panen.

“Asuransi hadir agar produktifitas tanam tetap terjaga, agar petani bisa tetap bertanam di periode berikutnya, ketika di periode sebelumnya terjadi gagal tanam, nah ini peran penting asuransi tersebut,” katanya.

Memang, lanjut Surya, dalam menerapkan asuransi pertanian khususnya di Indonesia masih perlu banyak perhatian, menurutnya ada empat persoalan yang harus diperhatikan.

Pertama, terkait dengan premi asuransi, siapa yang akan membayar premi tersebut, Karena berhubungan dengan siapa yang berhak menerima manfaat atau klaim dari asuransi pertanian.

“Budaya di Indonesia terbagi dalam dua kategori yang pertama buruh tani, yang kedua adalah pemilik lahan, pertanyaannya kemudian yang harus membayar, Apakah si buruh tani itu harus membayar atau cukup si pemilik lahan saja yang membayar,” katanya.

Sebab, lanjut Surya, kalau si buruh tani juga harus membayarkan premi asuransi, manfaat apa yang kira-kira bisa diterima oleh si buruh tani apabila terjadi kegagalan panen, karena dia tidak memiliki lahan.

Kedua, kalau seandainya cukup pemilik lahan saja yang membayarkan premi maka kemudian pemilik lahan berhak atas klaim atau manfaat dari asuransi tersebut.

“Permasalahannya kemudian bagaimana dengan buruh tani? ketika klaim itu jatuh pada pemilik lahan pertanian, maka buruh tani ini mendapatkan manfaat tidak? karena ketika terjadi kegagalan panen yang merasakan dampaknya tidak hanya si pemilik lahan tapi buruh tani juga seringkali merasakan dampaknya,” jelasnya.

Ketiga, lanjut Surya, masalah sosialisasi, karena berkaitan dengan tingkat kesadaran masyarakat terkait asuransi secara umum, negara maju berbeda dengan negara berkembang, kalau negara maju tingkat kesadaran berasuransi tinggi.

“Yang harus kita pelajari Indonesia salah satu negara berkembang tentunya memiliki kesadaran asuransi yang tidak lebih tinggi dibandingkan negara maju, apalagi mayoritas petani masyarakat pedesaan, bukan perkotaan, nah ini perlu strategi khusus dalam hal ini Kementerian Pertanian untuk menyelesaikan persoalan tersebut,” katanya.

Keempat, lanjut Surya, adalah persoalan terkait dengan klaim asuransi, seringkali permasalahan dalam asuransi itu ketika nasabah dalam hal ini pemegang polis kesulitan dalam mengakses klaim.

“Nah jangan sampai di pertanian ini juga mengalami permasalahan serupa jadi masyarakat pedesaan, ini tentu akan menjadi masalah,” ungkapnya.

Karena harus jujur, kata Surya, Indonesia hari ini dalam usaha pertanian masih ada campur tangan tengkulak, apalagi tengkulak ini kadang memberikan pinjaman ke petani, dan itu manfaat dirasakan langsung oleh para petani yang kecil-kecil.

“Jadi ketika si tengkulak ini memberikan uangnya atau manfaatnya kepada para petani dengan mudahnya maka klaim itu harus lebih mudah dibandingkan uang yang diberikan tengkulak kepada petani,” kata Surya. (bid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs