Yasonna Laoly Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) menegaskan kebijakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh.
Yasonna Laoly menambahkan, dalam membayar pajak tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif. Salah satunya, syarat WNI yang wajib membayar PPh adalah orang pribadi yang mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp500 juta setahun.
Dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pemerintah dan DPR RI melalui sidang paripurna hari ini, Kamis (7/10/2021) pemerintah menaikkan batas Penghasilan Kena Pajak (PKP) orang pribadi dari sebelumnya Rp50 juta menjadi Rp60 juta dengan tarif PPh sebesar 5 persen.
Pemerintah turut mengubah tarif dan menambah lapisan pajak penghasilan orang pribadi sebesar 35 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar.
Sementara untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap yaitu Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun untuk orang pribadi lajang dan tambahan Rp4,5 juta diberikan untuk WP yang menikah, serta ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal tiga orang.
Yasonna menjelaskan, kebijakan ini juga bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban pajak mereka.
“Hal ini terkait dengan perubahan UU KUP yang ditujukan untuk menuju sistem administrasi perpajakan yang sederhana, mudah, adil, dan memberikan kepastian hukum,” kata Menkumham dikutip dari Antara.
Menkumham menjelaskan, langkah ini merupakan terobosan baru yang dilakukan melalui UU HPP untuk mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan.
Menurutnya, para wajib pajak akan semakin mudah dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan mereka jika NPWP diganti dengan NIK.(ant/dfn/ipg)