Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono memprediksi ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di atas 4 persen pada 2021.
Dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (30/6/2021), Didik menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2021 kemungkinan besar sudah positif secara tahunan.
Hal itu tampak dari membaiknya berbagai indikator ekonomi riil seperti PMI manufaktur, survei keyakinan konsumen, survei kegiatan dunia usaha, pertumbuhan penjualan ritel, dan penjualan kendaraan bermotor.
“Meskipun data-data ini posisinya masih sebelum peningkatan kasus positif Covid-19 pascaarus mudik dan arus balik Lebaran, peningkatan kasus positif ini terjadi di dua minggu terakhir bulan Juni sehingga baru akan berpengaruh pada pertumbuhan di kuartal ketiga. Sedangkan pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua relatif terbatas. Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi di atas empat persen masih mungkin tercapai di tahun 2021,” ujar Didik seperti dilansir Antara.
Meskipun demikian, lanjutnya, tentu realisasi pertumbuhan ekonomi akan tergantung dari keberhasilan setiap negara termasuk Indonesia dalam mengatasi pandemi termasuk efektivitas penyaluran vaksin kepada masyarakat dan disiplin masyarakat dalam menjaga protokol kesehatan.
“Segala daya upaya pemerintah untuk mengatasi ini, semisal dengan PPKM mikro dan akselerasi vaksinasi di masyarakat wajib kita dukung bersama,” katanya.
Didik menambahkan bahwa berdasarkan komposisi jenis simpanan tiap sektor industri korporasi swasta nonkeuangan per Mei 2021, jika dibandingkan dengan komposisi simpanan pada posisi sebelum pandemi, tampak bahwa beberapa sektor korporasi sudah mulai menggeser simpanannya dari deposito ke giro, misalnya seperti industri otomotif, perkayuan, dan telekomunikasi.
“Adanya pergeseran komposisi simpanan dalam bentuk giro ini menjadi salah satu indikator pemulihan ekonomi yang artinya sektor tersebut sudah siap untuk kembali melakukan ekspansi,” ujar Didik.
Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional dan menjaga stabilitas sistem perbankan, LPS juga telah menerbitkan kebijakan penurunan tingkat bunga penjaminan, relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi, dan relaksasi waktu penyampaian laporan. Hal itu dimaksudkan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan.
Didik menuturkan LPS sebagai lembaga resolusi perbankan, memang dituntut selalu siap menghadapi kondisi apapun apabila diperlukan untuk melakukan resolusi. Ia pun menekankan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, LPS diharapkan lebih tampil ke depan guna mencegah kegagalan bank.
“Artinya menjadi risk minimizer atau mencegah adanya kegagalan bank dengan menempatkan dana kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas tetapi tidak bisa mengakses pinjaman likuiditas dari bank sentral. Akan tetapi bila permasalahan bank sudah menyangkut solvabilitas, maka penyelesaiannya tidak melalui penempatan dana tetapi melalui proses resolusi,” katanya.
Dari sisi cakupan penjaminan, besaran maksimum nilai simpanan yang dijamin LPS sebesar Rp2 miliar per nasabah per bank, setara dengan 35,1 kali PDB per kapita nasional tahun 2020. Rasio itu jauh di atas rata-rata negara-negara berpendapatan menengah ke atas yang sebesar 6,29 kali PDB per kapita.
“Hal ini menunjukkan tingginya komitmen LPS dalam menjaga kepercayaan deposan bank agar tetap merasa aman, tenang, dan pasti untuk menyimpan uangnya dalam sistem perbankan nasional,” ujar Didik.(ant/iss)