Lasarus Ketua Komisi V DPR RI mendesak agar Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan segera melakukan berbagai langkah skema untuk memberikan stimulus dalam rangka membantu pihak maskapai untuk tetap bisa menjalankan roda bisnis industri penerbangan. Ini dikarenakan pandemi Covid-19 sangat memberikan dampak yang berat terhadap kondisi bisnis dunia maskapai penerbangan.
Lasarus mengingatkan, jangan sampai kedepannya maskapai dunia penerbangan terus menerus mengalami kerugian hingga gulung tikar.
“Saya mendapat keluhan hampir dari seluruh maskapai tentang kondisi bisnis yang mereka alami akibat dari pandemi Covid-19. Maka, apakah sudah ada skema dari pemerintah untuk membantu supaya industri maskapai pesawat tetap bisa terbang. Jangan sampai, maskapai terus menerus mengalami kerugian dan kemudian mereka tidak punya solusi Tentu, kita harus segera mengantisipasi berbagai situasi tersebut sehingga jangan sampai tidak ada pesawat maskapai yang sanggup terbang,” ujar Lasarus saat menyampaikan pendapat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPR RI dengan Novie Riyanto Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub dan jajaran, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (8/2/2021).
Sementara Ridwan Bae Wakil Ketua Komisi V DPR RI menanyakan sejauh mana langkah skema pemerintah dalam memberikan stimulus terhadap industri maskapai.
“Saat pulang kampung, saya mengalami dimana satu pesawat hanya menampung paling maksimal 15 penumpang. Saya tidak bisa membayangkan betapa besarnya kerugian maskapai tersebut. Apakah pernah ada langkah skema pemerintah? Karena kalau tidak, maskapai bisa gulung tikar dengan sendirinya. Serta, jangan sampai maskapai tetap beroperasi namun mengabaikan aspek keselamatan,” kata Ridwan.
Menanggapi hal itu, Novie Riyanto Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub menyatakan pemerintah belum bisa memberikan skema insentif yang tepat. Sejauh ini, Kemenhub hanya memberikan stimulus untuk penumpang. Diantaranya, melalui pembebasan tarif Passenger Service Charge (PSC) dalam komponen Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) yang telah berakhir pada Desember 2020.
“Setidaknya, secara tak langsung hingga masa berlakunya pada akhir 2020, jumlah penumpang ikut mengalami kenaikan. Melalui tingkat keterisian penumpang atau load factor yang bisa dipertahankan lewat tarif yang lebih murah, masyarakat bisa terstimulasi untuk menggunakan transportasi udara. Alhasil, secara otomatis maskapai mendapatkan pendapatan dan kinerja keuangan yang lebih baik,” jelasnya.(faz/ipg)