Kementerian Keuangan memberikan program keringanan utang bagi masyarakat dan pelaku UMKM sebagai upaya mendorong pemulihan ekonomi nasional, meringankan beban debitur kecil, serta mempercepat penyelesaian piutang negara pada instansi pemerintah.
“Kita ingin selesaikan utang lama yang ada, meningkatkan kualitas tata kelola piutang negara, dan menyambut itikad baik debitur,” kata Lukman Efendi Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain DJKN Kemenkeu dalam diskusi daring di Jakarta, seperti dilaporkan Antara, Jumat (26/2/2021).
Program ini dilakukan melalui penetapan PMK Nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021.
Lukman mengatakan program keringanan utang ditujukan untuk pelaku UMKM, debitur Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Rumah Sangat Sederhana (KPR RS/RSS), dan perorangan atau badan hukum/badan usaha yang memiliki utang pada instansi pemerintah.
Kemudian utang-utang tersebut pengurusannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sampai 31 Desember 2020.
Ia merinci pihak yang berhak mengikuti program ini adalah perorangan atau badan hukum/badan usaha yang menjalankan UMKM dengan pagu kredit paling banyak Rp5 miliar.
Selanjutnya, perorangan yang menerima KPR RS/RSS dengan pagu kredit paling banyak Rp100 juta serta perorangan atau badan hukum/badan usaha sampai dengan sisa kewajiban sebesar Rp1 miliar.
Lukman menjelaskan dengan adanya program keringanan utang melalui mekanisme crash program maka para debitur tersebut diberikan keringanan utang atau moratorium tindakan hukum atas piutang negara.
Keringanan itu antara lain adalah pengurangan pembayaran pelunasan utang yang meliputi keringanan utang pokok, seluruh sisa utang bunga, denda, biaya lain, serta tambahan keringanan utang pokok.
Besaran tarif keringanan yang diterapkan mulai dari 35 persen hingga 60 persen untuk sisa utang pokok dengan tambahan keringanan 50 persen jika lunas sampai Juni, 30 persen pada Juli sampai September, dan 20 persen pada Oktober sampai 20 Desember 2021.
Sementara itu, Lukman menegaskan moratorium hanya diberikan kepada debitur yang memiliki kondisi khusus yaitu terbukti terdampak Covid-19 dan pengurusan piutang negaranya baru diserahkan setelah ditetapkan status bencana nasional pandemi.
Moratorium yang diberlakukan adalah penundaan penyitaan barang jaminan atau harta kekayaan lain, penundaan pelaksanaan lelang, dan/atau penundaan paksa badan sampai pandemi dinyatakan berakhir oleh pemerintah.
Lukman menambahkan, program ini tidak berlaku untuk piutang negara yang berasal dari tuntutan ganti rugi atau tuntutan perbendaharaan (TGR/TP), ikatan dinas, dan aset kredit eks Bank Dalam Likuidasi (BDL).
Tak hanya itu, program keringanan utang juga tidak berlaku untuk piutang negara yang terdapat jaminan penyelesaian utang berupa asuransi, surety bond, bank garansi dan/atau bentuk jaminan penyelesaian setara lainnya.
Lukman pun mengajak para debitur atau penanggung utang agar berpartisipasi pada program keringanan utang dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) paling lambat 1 Desember 2021.(ant/iss)