Sabtu, 23 November 2024

Jalan Mandiri Tunanetra di Tengah Pandemi

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Tutus Setiawan salah satu pendiri Lembaga Pemberdayaan Tunanetra yang menjadi mentor Pelatihan Trading Saham bagi Tunanetra di Surabaya, Selasa (2/2/2021). Foto: Denza suarasurabaya.net

Ada tiga profesi yang sebagian besar dijalani oleh penyandang tunanetra di Surabaya, di Jawa Timur, atau bahkan di seluruh Indonesia. Kalau bukan tenaga pendidik di SLB (Sekolah Luar Biasa), ya menjadi tukang pijat atau musisi.

Tak ayal, Pandemi Covid-19 yang merebak sejak Maret 2020 di Indonesia membuat mereka hampir kehilangan harapan. Job main musik di hotel atau cafe mendadak berhenti. Orderan pijat tiba-tiba sepi.

Puguh Hadi Sutrisno, penyandang tuna netra di Surabaya yang sehari-hari menerima panggilan memijat, salah satunya. Bapak dua anak itu hanya bisa berdoa ketika sepi orderan sejak awal Pandemi Maret 2020 lalu.

“Ya, hanya bisa berdoa. Sebelum Pandemi sehari saya bisa dapat Rp500 ribu-Rp600 ribu. Sekitar empat sampai lima panggilan. Sekarang, sehari dua panggilan itu sudah bagus,” ujarnya.

Padahal, dia harus membiayai sekolah anaknya yang masih SD di salah satu sekolah swasta di kawasan Karah, Surabaya. Belum kebutuhan makan dan kebutuhan pokok sehari-hari lainnya.

Masih beruntung mereka yang jadi tenaga pendidik, masih bisa menerima upah bulanan. Tapi di yayasan atau sekolah swasta, upah yang minim tidak bisa menjadi sandaran keluarga.

Sugi Hermanto Ketua Lembaga Pemberdayaan Tunanetra yang juga seorang tenaga pendidik di salah satu SLB di Gresik mengatakan, tuna netra seperti dirinya kehilangan kerja sambilan.

Dia menceritakan, sebagian besar tuna netra yang menjadi tenaga pendidik di sekolah swasta atau non-PNS, setiap bulan tetap mengandalkan pekerjaan sambilan seperti memijat atau main musik.

“Tetap terdampak. Kalau ngajarnya di sekolah swasta, gajinya enggak seberapa. Yang menerima Rp500 ribu sebulan, lho, masih ada,” katanya kepada suarasurabaya.net, Selasa (2/2/2021).

Sebab itulah, Lembaga Pemberdayaan Tunanetra menggelar Pelatihan Trading Saham bagi Tunanetra. Harapannya, ini bisa menjadi jalan alternatif bagi tunanetra menghadapi Pandemi Covid-19.

Pelatihan Trading Saham bagi Tunanetra yang diadakan di sebuah hotel di kawasan Tegalsari, Selasa (2/2/2021). Foto: Denza suarasurabaya.net

Pelatihan ini sudah kali keempat digelar. Kali ini digelar dari salah satu hotel di kawasan Tegalsari Surabaya, diikuti tujuh orang yang tatap muka dan lebih dari 40 tunanetra dari berbagai daerah di Indonesia secara daring.

Sugi mengakui, masih ada sejumlah kendala yang dialami teman-temannya penyandang tuna netra dalam memahami pasar modal. Salah satunya, mereka harus memahami setiap fitur aplikasi dengan screen reader.

“Kami pakai aplikasi dari BNI, nah tuna netra itu kan untuk mengoperasikan HP harus pakai screen reader. Salah satunya itu yang membuat mereka agak kesulitan. Tapi sejauh ini, mereka antusias,” ujarnya.

Tutus Setiawan salah satu pendiri Lembaga Pemberdayaan Tunanetra yang menjadi mentor trading saham mengatakan. dia sendiri mendalami pasar modal sejak dua tahun silam dimentori kawannya.

“Sebenarnya, kendala yang kentara di awal adalah stigma. Pasar modal itu stigmanya bagi teman-teman itu sudah jelek di awal. Saya sendiri dulu waktu dikenalkan juga begitu,” ujar Tutus.

Tapi seiring berjalannya waktu, Tutus mulai memahami bahwa pasar modal merupakan peluang besar yang bisa dilakukan oleh para penyandang tunanetra. Apalagi di tengah dampak Pandemi Covid-19.

Puguh Hadi Sutrisno yang mengikuti pelatihan ini sejak awal pun mengaku sangat antusias. Dia ingin mendalami dan menjajal investasi di pasar saham untuk masa depan putra-putranya.(den/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs