Sabtu, 23 November 2024

FPKS : Seluruh Indikator Kesejahteraan Memburuk, Pemerintah Harus Kerja Lebih Keras di 2021

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Jazuli Juwaini Ketua Fraksi PKS DPR RI. Foto: Dokumen suarasurabaya.net

Jazuli Juwaini Ketua Fraksi PKS berharap Pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin bekerja lebih keras mengatasi pandemi kesehatan masyarakat. Grafik penyintas Covid-19 menunjukkan kenaikan signifikan.

Akibat pandemi yang telah berlangsung setahun penuh seluruh indikator kesejahteraan rakyat juga memburuk. Hal ini menuntut kerja lebih keras lagi dari jajaran pemerintah.

Hal tersebut disampaikan Jazuli sebagai evaluasi pemerintah di tahun 2020 dan menyambut tahun 2021. Menurutnya, Pemerintah harus mengambil opsi kebijakan yang lebih tegas, tidak ambigu dan abu-abu antara kepentingan kesehatan, kemanusiaan, dan ekonomi seperti saat ini.

“Akibat kebijakan yang ambigu ditangkap publik secara luas sebagai inkonsistensi. Dampaknya tidak jelas, kebijakan apa yang berlaku antara yang dibolehkan dan dilarang sehingga sulit menerapkannya di lapangan, akibatnya banyak yang abai protokol kesehatan. Tingkat kematian (fatality rate) Indonesia tertinggi di Asia Tenggara,” ungkap Jazuli, Jumat (1/1/2021).

Menurut Jazuli, masyarakat tidak bisa mendapat gambaran yang jelas bagaimana peta jalan yang komperhensif, sistematis, dan terukur dari kebijakan pemerintah mengatasi pandemi Covid-19. Akibatnya pemerintah tidak bisa menjelaskan secara jelas dan optimis kapan pandemi ini akan selesai diatasi. Prediksi yang disampaikan pemerintah pun berulangkali meleset.

Selain itu, dalam penilaian Fraksi PKS, pemerintah tidak memiliki strategi yang komprehensif dalam penyediaan vaksin dan strategi vaksinasi. Terbukti dengan pembelian sejumlah obat Covid-19 yang terburu-buru di awal pendemi, kontroversi pembelian vaksin Sinovac yang belum lulus uji klinis, hingga kepercayaan rakyat yang rendah terhadap vaksin yang disediakan pemerintah.

Anggota Komisi I DPR ini membeberkan data-data indikator kesejahteraan rakyat yang memburuk tajam dalam setahun terakhir. Berdasarkan data BPS, pengangguran bertambah menjadi 9,77 juta orang pada Agustus 2020. Sebanyak 29,12 juta orang usia kerja terkena dampak pandemi. Menurut BPS, angka kemiskinan pada Maret 2020 melonjak 1,63 juta orang menjadi 26,42 juta orang. Dan diprediksi jumlah angka kemiskinan hingga akhir 2020 mencapai 28,7 juta orang.

Di tengah kondisi rakyat yang sulit, pemerintah seperti kehilangan sensitivitas. Pemerintah resmi menaikkan iuran BPJS pada Mei 2020. Pada perawatan kelas III, iuran Rp25.500 meningkat menjadi Rp42.000.Peserta kelas II, iuran sebesar Rp51.000 dinaikkan menjadi Rp100.000. Pada kelas I, iuran yang sebelumnya Rp80.000 dinaikkan sampai Rp150.000.

Di bawah pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin Indonesia semakin tergantung dengan utang yang akan diwariskan kepada anak cucu kita. Bahkan, berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia berada di peringkat ke-6 dengan jumlah utang luar negeri terbesar di dunia. Posisi utang luar negeri Indonesia berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia (Juli 2020) sebesar 409,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6.063 triliun (kurs Rp 14.800).

Pertumbuhan ekonomi nasional juga terkoreksi tajam akibat pandemi Covid-19. Indonesia resmi mengalami resesi ekonomi di quartal III 2020 dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus 3,49% di quartal tersebut. Adapun, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 turun drastis dan jauh dari target, yakni pada Quartal I hanya mencatat pertumbuhan 2,97% dan Quartal II minus 5,32%.

Pemerintah juga terkesan memaksakan sejumlah agenda legislasi dengan mengesahkan UU Cipta Kerja yang kontroversial pada Oktober 2020. Padahal, UU ini dinilai cacat formil dan materil, tidak transparan, tidak terbuka, dan minim partisipasi publik oleh masyarakat sipil dan akademisi sehingga menimbulkan penolakan yang luas dimana-mana.

Upaya penanganan dampak ekonomi dengan modal Perppu yang sejak awal dipaksakan pemerintah dan Fraksi PKS menolaknya dengan tegas–nyatanya tidak menunjukkan hasil yang sebanding. Problemnya jajaran pemerintah sejak awal tidak serius untuk memprioritaskan dan mengatasi aspek kesehatan dari pandemi Covid-19. Komitmen untuk menunjukkan kepedulian dan sensitivitas kepada nasib rakyat juga diciderai dengan kasus korupsi Menteri KKP (kasus korupsi benur lobster) dan Menteri Sosial (kasus korupsi dana bansos Covid-19).

Ketua Fraksi PKS DPR ini juga menggarisbawahi pentingnya kebijakan pemerintah dalam mewujudkan harmoni sosial politik di masa pandemi. Pemerintah harus tampil seutuhnya sebagai solidarity maker, merangkul seluruh anak bangsa, menjadi unsur perekat bagi seluruh rakyat untuk mengatasi persoalan bangsa.

“Kami melihat pemerintah belum nampak kuat memainkan peran itu. Pemerintah justru terkesan mendukung segregasi dan keterbelahan di masyarakat dengan kebijakan-kebijakan yang dirasakan standar ganda, tidak adil, dan sarat kepentingan, terutama kepada kelompok-kelompok kritis kepada pemerintah,” kritik Jazuli.

Atas seluruh persoalan di atas, Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk semakin sistematis, fokus, dan terukur dalam mengatasi Covid-19. Pemerintah juga harus semakin serius mengatasi dampak ekonomi dengan prioritas utama kelompok masyarakat miskin dan hampir miskin. Pemerintah harus tampil sebagai pemersatu dan perekat atas semua dinamika sosial politik di masyarakat. Hadirkan hukum yang berwibawa dan berkeadilan untuk seluruh rakyat.

“Kita butuh persatuan dan kesatuan untuk keluar dari pandemi dan krisis saat ini,” pungkas Jazuli.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs