Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK atau POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum untuk mendorong agar bank mengakselerasi layanan perbankan digital di Tanah Air yang semakin dibutuhkan.
OJK juga menerbitkan POJK Nomor 13/POJK.03/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.
Dalam beleid itu, OJK melakukan penguatan perizinan dan penyelenggaraan produk bank dari pendekatan modal inti atau capital-based approval menjadi pendekatan berbasis risiko atau risk-based approval.
Dalam aturan itu, OJK juga mendorong percepatan transformasi dan akselerasi digital serta mempertegas pengertian bank digital.
Menurut Rahmat Setiawan Pakar Keuangan dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga, aturan ini tidak secara spesifik mengatur tentang bank digital tapi bank umum secara keseluruhan.
“Karena ada perkembangan industri keuangan terutama terkait dengan industri fintech yang berkembang pesat, maka kemudian perlu dibuat regulasi yang khusus, yang sifatnya penambahan tanpa mengubah aturan yang sudah ada sebelumnya,” kata Rahmat kepada Radio Suara Surabaya, Jumat (20/8/2021).
Peralihan dari bank tradisional ke bank digital, menurutnya jadi hal yang tidak bisa terelakkan lagi karena perkembangan teknologi yang begitu pesat.
Bila tidak mau berubah, ini akan menggerus potensi ceruk keuntungan dari digital itu sendiri karena era digital sudah di depan mata.
“Bank digital tidak bisa dihindari. Kalau bank kukuh hanya berbasis bank tradisional akan menggerus keuntungannya karena investor yang berinvestasi di bank tradisional, bukan hanya keuntungan rendah bahkan gak ada keuntungan. Sehingga itu akan dibaca investor sebagai peluang untuk kemudian ramai-ramai pindah ke bank digital. Kalau dia investor lama yang memegang saham bank, pasti akan mengarahkan direksi dan komisaris yang dipilihnya untuk masuk ke bank digital,” terangnya.
Dia menambahkan, ada dua kemungkinan proses perubahan dari bank tradisional menjadi bank digital yaitu full digital atau berproses.
“Cuma pertanyaannya apakah langsung fully jadi bank digital atau melalui proses. Misalkan hybird dulu baru fully. Menurut saya akan hybird dulu baru fully digital bank karena bank tradisional tidak akan tergantikan paling tidak untuk 30 tahun ke depan,” dia menjelaskan.
Bank tradisional akan membentuk unit khusus yang menangani bank digital, baru kemudian perlahan menghentikan konvensionalnya, Rahmat melanjutkan penjelasannya.
Ferdian Timur Satyagraha Direktur Keuangan Bank Jatim melihat aturan ini sebagai tantangan untuk pengembangan layanan kepada nasabah.
Selain itu hadirnya POJK 12 mempercepat proses bila bank konvensional punya produk baru tidak perlu mendaftar ke OJK.
“Dulu posisinya antara perbankan dan fintech seperti ada gap, tapi dengan adanya POJK 13, turunan PJK 12, bank umum diberikan keleluasaaan untuk produk digital yang bersifat turunan tidak perlu izin ke OJK sehingga mempercepat proses kami ke digital,” kata Ferdian.
Gap yang dimaksud Ferdian adalah perusahaan fintech yang ingin mengembangkan produknya tidak perlu atas izin OJK, sedangkan bank umum untuk memproses produk baru makan waktu 3-6 bulan di OJK.
Beberapa pengembangan digital sudah disiapkan Bank Jatim di antaranya kredit online melalui aplikasi untuk kredit kecil dan kredit konsumer. Sedangkan untuk pendanaan atau funding, Bank Jatim sudah bekerjasama dengan QRIS untuk pembayaran transaksi.(dfn/den)