Ketika Covid-19 merebak, maka respon kebijakan fiskal Pemerintah menjadi instrumen penting dalam rangka penanganan Covid-19 sekaligus upaya pemulihan ekonomi. Hampir semua aspek perekonomian didukung oleh kebijakan fiskal. Hal ini disampaikan Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) dalam pidato kunci pada acara Sarasehan Virtual 100 Ekonom Indonesia 2021, pada Kamis (26/8/2021) secara daring.
“Kalau kita lihat lagi tahun lalu 2020, APBN menjadi betul-betul penyokong dari ekonomi kita. Ketika konsumsinya negatif, investasi negatif, ekspor impor juga dua-duanya negatif, hanya komponen belanja pemerintah dalam APBN yang bisa memberi dampak positif,” jelas Wamenkeu.
Menurut Suahasil, belanja pemerintah yang pertama ditujukan untuk sektor kesehatan. Ini menunjukkan kesiapan pemerintah mengeluarkan sumber daya untuk menangani masalah kesehatan dengan cara menaikkan belanja kesehatan.
Fokus kedua pada belanja pemerintah adalah perlindungan sosial. Suahasil mengatakan bahwa ketika terjadi pembatasan mobilitas masyarakat guna menekan penyebaran Covid, maka anggaran perlindungan sosial juga perlu ditingkatkan.
“Program-programnya ada PKH kita tambah, kita tambah bantuan pangan non tunai, kita buat kartu prakerja, kita buatkan berbagai macam program yang lain dan kita terus pantau bagaimana leveling-nya itu,” lanjut Wamenkeu.
Maka, menurut Wamenkeu, pemerintah daerah harus melakukan refocusing anggaran untuk fokus utama pada penanganan Covid dan kesehatan serta menandai anggaran daerah untuk kesehatan.
“Dalam kondisi APBN dengan defisitnya meningkat, maka pembiayaannya juga meningkat. Ketika pembiayaan meningkat, maka kita menjual SBN lebih besar dan lebih banyak. Siapa pembeli favorit dari Surat Berharga Negara Republik Indonesia? Pembeli utamanya sekarang ini adalah perbankan. Perbankan itu mengakumulasi SBN yang cukup tinggi. Kenapa? karena perbankan memang sedang kesulitan menjalankan fungsi intermediasi saat perekonomian di masyarakat belum stabil,” kata Wamenkeu.
Namun, Suahasil mengingatkan bahwa belanja APBN tidak bisa terus menerus menjadi satu-satunya penyokong perekonomian. Ke depan, dengan semakin terkendalinya Covid dan perekonomian bisa berjalan secara normal kembali, dia mengharapkan bahwa konsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor-impor bisa kembali tumbuh dan kemudian ikut mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Pada saat itu kemudian government expenditure yang dimunculkan dalam APBN itu kemudian melakukan konsolidasi. Ini yang disebut konsolidasi fiskal. Mungkin secara simpel dikatakan kita menurunkan defisit, dan sekarang ini kita lakukan. Tahun lalu 6,1% dari PDB, tahun ini 5,7% dari PDB, tahun depan sekarang lagi kita bicarakan dengan DPR kita harapkan di sekitar 4,8% dari PDB. Tahun 2023 sesuai undang-undang no 2 2020 harusnya di bawah 3% dari PDB lagi,” pungkas Wamenkeu.(faz/ipg)