Pandemi boleh jadi berita duka bagi banyak orang, namun Wina Bojonegoro seorang novelis, pegiat sastra, dan pengusaha, pantang menyerah. Bersama suaminya, perupa Yoes Wibowo ia terus memutar otak, bisnis apa yang bisa dilakukan di era pandemi.
Jauh sebelum pandemi, Wina menggandeng ibu-ibu warga dusun Semambung-Purwodadi-Pasuruan untuk memasak bagi tamu-tamu yang megikuti kegiatan di rumah tinggalnya yang dirancang sebagai rumah budaya dan rumah edukasi yang berbasis lingkungan, Omah Padma.
Ada yang hanya makan siang saja sambil menikmati semilir angin, atau melukis caping dan tote bag sambil makan siang, atau ambil paket jelajah Semambung selama setengah hari.
Namun sejak pandemi hadir dan merangsek ke segala wilayah, praktis tak ada lagi kegiatan sampingan ibu-ibu untuk mendapatkan uang jajan bagi anak-anak. Hingga suatu hari seorang kawan baik Wina, dari Sidoarjo yang memiliki cold storage menawarkan ikan laut untuk dibagi-bagi kepada masyarakat Semambung, Wina lalu memikirkan membuat olahan apa yang cocok untuk berbisnis.
“Beberapa ibu-ibu yang kami ajak mengolah ikan, mengusulkan membuat abon ikan agar lebih tahan lama. Lalu kami browsing di YouTube, bagaimana prosesnya, sisi bisnisnya, serta aspek margin apakah menarik,” kisahnya.
Setelah melalui beberapa kali uji coba, trial and error, berbagai teknik dengan berbagai jenis ikan dicoba. Mulai dari ikan tuna, kaci-kaci, lencam, cobia, cakalang dan tongkol. Dari uji cob aini diketahui masing-masing ikan memiliki gaya, rasa dan tekstur yang berbeda, sehingga proses pun berbeda pada setiap jenis ikan.
“Apa pun rasa, proses dan teknik mengolahnya, satu hal yang tak berubah, lama pengerjaan. Membuat abon ikan adalah pekerjaan kesabaran dan keuletan. Sekali produksi membutuhkan waktu sekitar 8 jam. Mulai dari menyiapkan bahan, menghancurkan ikan, mengeringkan ikan di atas wajan dengan api kecil sungguh membosankan, jika tidak ingat ini demi sebuah upaya kebangkitan ekonomi,” jelasnya.
Tak ingin seperti yang lain, abon ikan yang akhirnya diberi nama Bonika memiliki ciri khas sebagai abon ikan yang sehat dan enak. Kata Wina, ini sebuah tantangan, karena biasanya makanan yang sehat itu rasanya tidak enak. Tapi Bonika mampu mematahkan stigma tersebut. “Bonika ini sehat, karena kami buat abon ikan ini tanpa minyak, tanpa MSG, tanpa campuran, tanpa pengawet,” tegasnya.
Meski tanpa MSG, rasanya dijamin enak karena penggunaan bahan yang masih fresh dan berani bumbu. Resep abonnya, diolah dari dua kilogram ikan tanpa kepala dan duri, satu butir kelapa diambil santan kentalnya saja, bumbu dan rempahnya sekitar dua liter setelah di blender. Kata Wina, Inilah kunci enaknya yang membuat Bonika sudah melanglang buana sampai Hongkong, Turki dan UEA, jalan-jalan sebagai oleh-oleh.
Karena tidak menggunakan pengawet, Bonika tidak bisa terlalu lama disimpan, paling lama bertahan 3-4 bulan. “Tetapi, biasanya tak sampai sebulan sudah tak bersisa, tidak awet karena enak jadi cepat habis,” candanya.
Pemberdayaan lingkungan, itulah salah satu alasan Wina membuat produk jadi kepada konsumen. Soal produksi tidak dilakukan setiap hari, proses produksi dilakukan berdasar pesanan dan stock.
“Memang kami tidak setiap hari memproduksi Bonika, karena alasan tanpa pengawet, kami memilih memproduksi ketika stock benar-benar habis atau ada pesanan baru,” tuturnya.
Saat ini beberapa ibu-ibu yang biasanya hanya menunggu gajian suami di hari Sabtu, sudah boleh bangga punya uang sendiri untuk beli daster.
Usaha rumahan yang sekarang sedang menunggu lahirnya PIRT, telah menjadi sebuah alternatif kebutuhan bagi emak-emak yang sibuk. Sebab Bonika ini selain bisa dijadikan teman makan nasi, juga bisa jadi bumbu masak seperti oseng sayuran, nasi goreng, taburan bubur ayam, mi kuah, mi goreng, bahkan isian lemper dan nasi bakar. “Praktis buat ibu pekerja yang sibuk, tinggal menyiapkan nasi saja. Bisa buat taburan masakan, bahkan juga bisa untuk isian lemper. Jadi pas buat stok di rumah,” kata Wina.
Bonika dikemas cantik, praktis dan higienis. Tersedia dua varian yaitu, original dan pedas. Harganya pun ramah dikantong, keduanya dibanderol harga sama, per kantong dengan berat 200 gram yaitu Rp 70 ribu. Jika penasaran dengan produk abon ikan Bonika a la Semambung, sudah tersedia di beberapa marketplace atau direct message ke Instagram Omah_padma. (man/iss)