Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan terdapat sekitar 4.500 sumur ilegal yang tersebar di Indonesia.
“Diperkirakan ada 4.500 sumur ilegal dan produksinya kurang lebih 2.500 barel minyak per hari,” kata Ngatijan Tenaga Ahli Kepala SKK Migas, Jumat (5/11/2021).
Ngatijan mengatakan angka itu diperoleh dari pendataan yang dilakukan kantor perwakilan SKK Migas di daerah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Menurutnya, apabila sumur-sumur ilegal tersebut dikelola secara baik bisa menghasilkan minyak sebanyak 10.000 barel per hari.
Gambaran umum kegiatan penambangan sumur ilegal terdapat di banyak daerah, seperti Desa Bayat Ilir, Sumatera Selatan dengan jumlah yang tidak diketahui; Kabupaten Aceh Tamiang, Langsa, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Bireun mencapai 2.000 sumur; Desa Lubuk Napal di Jambi ada 53 sumur.
Aktivitas tersebut juga terdapat di Musi Banyuasin wilayah Sumatera Selatan dengan jumlah sumur yang tidak diketahui; Betung di Jambi mencapai 1.500 sumur, Telaga Said di Sumatera Utara sebanyak 150 sumur, dan Perlak di Aceh Timur ada 800 sumur.
“Kedalamannya bervariasi ada yang cuma 200 meter, ada yang 100-400 meter, dangkal. Bahkan sumur yang paling dalam mencapai 430 meter,” jelas Ngatijan dikutip dari Antara.
Kualitas minyak bumi yang dihasilkan dari sumur-sumur ilegal tersebut juga bervariasi dengan rata-rata 40-50 derajat API.
“Kegiatan sumur-sumur ilegal ini kesimpulannya adalah merugikan negara, merusak lingkungan, dan menyebabkan korban jiwa,” pungkas Ngatijan.
Dalam upaya menangani sumur ilegal, SKK Migas telah menjalin kerja sama dengan TNI-Polri, melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat, hingga pembentukan tim kajian penanganan pengeboran sumur ilegal serta penanganan dan pengelolaan produksi sumur ilegal.
Terdapat dua alternatif dalam menangani sumur ilegal tersebut. Pertama, menghentikan aktivitas penambangan dengan rekomendasi prosedur penanganan dari seluruh aspek mulai dari dampak sosial, dampak lingkungan, dampak keamanan, hingga proses hukum.
Kedua, memberikan payung hukum agar aktivitas sumur ilegal tersebut dapat dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga kegiatan produksi bisa berjalan baik dan aman serta memberikan manfaat bagi daerah.(ant/dfn/ipg)