Tiga perusahaan rintisan di Indonesia dari sektor yang berbeda mengalami perkembangan yang positif di tengah pandemi virus corona.
Ketiga startup tersebut, yaitu Riliv, Hakctive8, dan Kata.ai, yang mengikuti program Google Startup Accelerator, dan mereka mendapatkan lonjakan unduhan dan permintaan produk saat pandemi virus corona.
Startup Riliv, yang mengadakan jasa konseling dari jarak jauh dengan psikolog profesional melihat isu kesehatan mental mengemuka sejalan dengan pandemi virus corona.
Pasalnya, kebiasaan yang berubah pada masa ini membuat orang-orang terisolasi di rumah serta informasi-informasi yang beredar bisa menimbulkan rasa cemas.
Audrey Maximillian Herli CEO Riliv, menyatakan peningkatan terhadap isu kesehatan mental terasa pada April-Mei lalu, ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pertama kali berlangsung.
Untuk tahun ini, menurut Maxi, mereka mengalami kenaikan jumlah unduhan sebesar 50 persen. Sementara jumlah pengguna naik hingga 300 persen, dipicu oleh pandemi Covid-19.
Sementara bagi Kata.ai, yang bergelut di bidang kecerdasan buatan khususnya chatbot untuk layanan pelanggan, juga melihat lebih banyak penggunaan chatbot selama banyak karyawan dan orang-orang berada di rumah.
“Pertumbuhannya tiga kali lipat, yang biasanya tercapai dalam 18 bulan, sekarang dalam enam bulan,” kata CEO Kata.ai, Irzan Raditya seperti yang dilansir Antara.
Pertumbuhan ini juga didukung kebiasaan pengguna gawai di Indonesia, yang sangat menyukai berkomunikasi aplikasi pesan instan.
Temuan Kata.ai, 97 persen pengguna gawai mengakses aplikasi pesan instan beberapa kali dalam sehari.
Pertumbuhan yang positif juga dialami startup Hacktiv8, yang menyelenggarakan kelas belajar coding termasuk untuk orang-orang yang tidak berlatar belakang teknologi informatika.
Hacktiv8 mengadakan kelas selama 12 minggu, kemudian peserta didik akan disalurkan ke perusahaan yang bekerja sama dengan startup tersebut. Mereka sudah mencetak lebih dari 1.000 lulusan, berdasarkan informasi yang dimuat di situs resmi.
Ronald Ishak CEO Hacktiv8, menceritakan selama tiga kuartal di tahun ini, mereka mengalami fluktuasi dalam menyalurkan peserta yang sudah lulus.
“Kuartal pertama 2020 cukup oke, namun pada kuartal kedua, banyak perusahaan yang setop membuka lowongan,” kata Ronald.
Akibatnya, Hacktiv8 saat kuartal kedua lalu kesulitan menyalurkan peserta didik mereka ke perusahaan. Keadaan mulai membaik pada kuartal ketiga, perusahaan mulai kembali membuka lowongan pekerjaan.
Ronald melihat profil perusahaan yang membutuhkan pengembang (developer) bidang TIK semakin beragam, bahkan perusahaan yang sebelumnya tidak ada rekam jejak mempekerjakan pengembang.
“Di kuartal ketiga ini kami melihat ada perusahaan yang perlu mengadopsi teknologi digital, mungkin untuk memperbarui sistem internal mereka,” kata Ronald.(ant/tin)