Pekerja Pertamina yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pertamina Sepuluh Nopember (SPPSN) yang merupakan konstituen dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPBB) menolak pembentukan Holding dan Subholding PT. Pertamina (Persero) dan privatisasi Subholding melalui IPO (Initial Public Offering).
Jhodi Irawan Ketua Umum (SPPSN) mengatakan, rencana IPO pada Subholding PT. Pertamina (Persero) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 2 dan 3 dan juga tidak sejalan dengan Undang-Undang BUMN No.19 Tahun 2003 pasal 77 dimana secara tegas disebutkan bahwa Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.
“Rencana Sub holding melalui IPO bisa mengakibatkan proses bisnis Perusahaan tidak terintegrasi antara hulu sampai hilir. Kami dari SPPSN telah mengkonsolidasi melalui komisariat yang tersebar dari Jawa Timur (Jatim) hingga Timor Leste, dimana hampir semua pekerja Pertamina MOR V menolak pembentukan subholding Pertamina (Persero) terlebih untuk IPO yang rencana realisasinya 2 tahun mendatang yang akan berujung pada kerugian yang dialami oleh Rakyat Indonesia,” kata Jhodi Irawan, dalam keterangan tertulis, Kamis (2/7/2020).
Sebelumnya, Erick Tohir Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merencanakan penawaran umum saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) anak usaha PT Pertamina. Hal tersebut menurut SPPSN justru akan membuat bisnis Perusahaan menjadi tidak terintegrasi antara hulu sampai hilir. Potensi besar yang akan terjadi adalah persaingan bisnis antar sektor anak usaha (anak perusahaan) akan menyebabkan kebangkrutan masing-masing subholding dan memecah perusahaan.
Pemberlakuan IPO yang diwacanakan di tahun 2022 akan berdampak pada rakyat. SPPSN berkeyakinan bahwa hal tersebut akan berakibat pada ketidakstabilan dan mengancam kedaulatan energi di seluruh Indonesia.
“Dengan pemberlakuan IPO atau Subholding maka kontrol terhadap Pertamina secara keseluruhan nantinya dapat diintervensi oleh investor yang memiliki saham akibat IPO,” tambah Jhodi.
Sedangkan kontrol perusahaan seharusnya tidak boleh diperlemah dan pemerintah harus tetap memiliki kontrol penuh terhadap perusahaan.
Jhodi menambahkan bahwasanya, alasan dibalik pemberlakuan IPO adalah transparansi. “Kalau memang alasan untuk transparansi, saat ini sebenarnya Pertamina (Persero) telah melakukan transparansi. Hal ini dapat sama-sama diketahui bahwa semua informasi dapat diakses publik melalui website resmi Pertamina dan media lainnya. Sedangkan jika alasannya adalah dari sisi modal, saat ini Pertamina masih mampu” kata Jhodi.
SPPSN juga dengan tegas menolak dan menuntut agar Keputusan Menteri BUMN No. SK-198/mbu/06/2020 segera dicabut. Terkait aksi lanjutan yang akan dilakukan, SPPSN tetap menunggu komando dari Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPBB).
“Aksi lanjutan yang akan kami lakukan tetap berdasarkan komando dari Presiden FSPPB” kata Jhodi. (bid/rst)