Berbicara potensi perkebunan di Kabupaten Jember, bisa dikata memang surganya. Tidak hanya tembakau saja yang jadi ikon, tapi kopi juga jadi unggulan, khususnya di lereng pegunungan Silosanen, Jember.
Cerita keunggulan kopi di Silosanen, Jember, membawa tim Suara Surabaya media mampir Ke Pondok Pesantren Nurul Ulum Jember. Begitu sampai di lokasi, langsung disuguhi aroma dari segelas kopi khas Silosanen.
Sembari menikmati kopi, Gus Tantowi, yang merupakan Ketua Yayasan Ponpes Nurul Ulum, bertutur seputar produk unggulan pesantren, yaitu Kopi khas Silosanen.
“Kopi di sini memang mempunyai kekhasan, kopi Silosanen ini kental dan khas kecoklatan. Kopi Robusta yang Kami budidayakan ada kecoklatannya,” terang Gus Tantowi, malam itu.
Karena keunggulan itulah, Gus Tantowi menjadikan Kopi Robusta Silosanen menjadi produk unggulan Ponpes Nurul Ulum Jember.
“Kami membuat produk Kopi Bubuk, karena masyarakat di sini penghasilan utamanya adalah dari kopi. Kami pihak pesantretn dengan visi sebagai agent of change, berusaha agar kita bisa memutus mata rantai harga dari petani ke pengepul. Disamping itu juga akan memodif untuk menjual kopi dalam bentuk bubuk ke pasaran,” urainya.
Bila sebelumnya hanya menjual kopi bentuk biji kopi, kemudian orang lain yang menjual dalam bentuk bubuk. “Padahal kita juga bisa menjual dalam bentuk bubuk. Makanya doakan bagaimana kami bisa mewujudkan visi Kami ini, yang secara teknis akan dikelola teman-teman sendiri,” tambahnya.
Bukan hanya dari kopi yang kuat aroma coklatnya saja, yang jadi keunggulan Kopi Silosanen ini. Gus Hafid Ketua Kopontren Ponpes Nurul Ulum; “Kopi Robusta Nurul Ulum, murni dari hasil bumi di Silosanen,” tegasnya.
Menurutnya, tidak mencampur dengan kopi daerah lain. “Kami hanya mengolah dan menjual kopi bubuk khas pegunungan Silosanen, yang lokasinya sangat dekat dengan di sini. Ini merupakan murni hasil bumi dari masyarakat dan pesantren di desa Pace,” jelas Gus Hafid.
Ada sekira 15 orang alumni Pondok Pesantren yang berperan dalam pengelolaan Kopi bubuk robusta Nurul Ulum, yang diberi label An-Najun.
Semua petani yang mempunyai kebun kopi yang kebanyakan adalah alumni dari pesantren. Hasil panennya dibeli pesantren dengan kriteria kopinya harus sudah merah. “Artinya kami hanya menerima kualitas kopi yang baik.
Kualitas kopi akan tampak ketika sudah menjadi bubuk kopi, berdeda antara kopi yang dipanen ketika berwarna merah dengan kopi yang dipanen ketika masih berwarna kuning atau hijau,” urainya.
Program OPOP Jatim ini diharapkan mampu mendorong usaha-usaha mandiri di pesantren-pesantren di Jawa Timur. Dengan komoditi andalan masing-masing, diharapkan mampu berkontribusi dalam kemajuan ekonomi masyarakat.(lim)