Kementerian Keuangan mengusulkan produk minuman berpemanis kena cukai Rp1.500 per liter untuk teh kemasan.
Produksi teh kemasan ini mencapai 2,191 juta liter setiap tahun dengan potensi penerimaan mencapai Rp2,7 triliun.
Untuk produk berkarbonasi akan dikenakan cukai sebesar Rp2.500 per liter.
Produksi minuman karbonasi ini mencapai 747 juta liter, dengan potensi penerimaan negara mencapai Rp1,7 triliun.
Usulan selanjutnya, tarif cukai produk minuman berpemanis lainnya seperti minuman berenergi, kopi, konsentrat dan lainnya sebesar Rp2.500 per liter.
Total produksi minuman ini sebesar 808 juta liter dengan potensi penerimaan sebesar Rp1,85 triliun.
Dengan demikian, total penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp6,25 triliun atau sekitar 3,5 persen dari target penerimaan negara sepanjang 2020.
Giovanni Dustin Analis Bahana Sekuritas mengatakan, dengan pengenaan cukai, sejumlah emiten yang memproduksi minuman berpemanis bakal menaikkan harga agar tetap bisa menjaga profitabilitas, yang akan berdampak pada tingkat penjualan.
Ia perkirakan kenaikan harga akan cukup beragam mulai dari dua persen hingga 17 persen untuk berbagai merek minuman.
“Tarif cukai ini bakal dibebankan langsung kepada konsumen karena emiten akan mengalami kesulitan dalam menjaga marjin bila menahan atau menunda kenaikan harga,” ujar Giovanni dikutip Antara, Minggu (1/3/2020).
Beberapa emiten yang bisa terkena dampak dari pemberlakukan tarif cukai ini di antaranya PT Mayora Indah dengan kode saham MYOR, PT Unilever Indonesia dengan kode saham UNVR dan PT Indofood CBP Sukses Makmur dengan kode saham ICBP.
Bahana memperkirakan ICBP akan menaikkan harga berkisar 10-17 persen untuk berbagai jenis minuman yang terkena cukai, MYOR diperkirakan akan menaikkan harga sekitar 4-6 persen, sedangkan UNVR bakal menaikkan harga mulai dari 2-9 persen.
Sekuritas milik negara itu memperkirakan dampak pengenaan cukai terhadap UNVR akan lebih terbatas dibanding dua emiten lainnya. Pasalnya, berbagai produk minumannya lebih banyak menyasar konsumen kelas menengah-atas, yang lebih mampu menyerap kenaikan harga dibandingkan dua emiten lainnya yang lebih banyak menyasar kelas menengah-bawah, yang tentunya akan lebih sulit menyesuaikan daya beli terhadap kenaikan harga.
“UNVR juga diuntungkan karena saat ini masyarakat semakin banyak melakukan migrasi dengan menggunakan produk-produk premium, yang sedang menjadi fokus dari Unilever,” kata Giovanni.
Bahana memperkirakan pendapatan UNVR akan mencapai Rp 44,976 triliun pada akhir 2020, dengan laba bersih diperkirakan sebesar Rp 7,907 triliun sepanjang 2020 atau naik sekitar 7 persen dibanding pencapaian tahun lalu.
Rencana pemerintah mengenakan pajak untuk berbagai minuman berpemanis diharapkan dapat menekan konsumsi gula nasional untuk meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus menambah pendapatan negara.(ant/den)