Jumat, 22 November 2024

Jokowi Klaim Kinerja Ekonomi Indonesia Masih Cukup Baik

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Joko Widodo Presiden dalam sidang kabinet paripurna membahas Pagu Indikatif RAPBN Tahun Anggaran 2021 yang dilaksanakan secara telekonferensi, Rabu (6/5/2020), di Istana Merdeka, Jakarta. Foto: Biro Pers Setpres

Joko Widodo Presiden menyebut angka pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif baik kalau dibandingkan dengan sejumlah negara lain.

Klaim Presiden itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2020 yang tumbuh 2,97 persen year on year (yoy).

Angka tersebut turun dengan delta 2 persen, lebih lambat dibandingkan angka pertumbuhan di kuartal 4 tahun 2019 yang tumbuh 4,97 persen.

“Walau cuma tumbuh 2,97 persen, tapi kalau dibandingkan negara lain yang telah merilis angka pertumbuhannya, kinerja ekonomi negara kita relatif masih baik,” kata Presiden dalam sidang kabinet paripurna membahas Pagu Indikatif RAPBN Tahun Anggaran 2021 yang dilaksanakan secara telekonferensi, Rabu (6/5/2020), di Istana Merdeka, Jakarta.

Menurut Jokowi, sebagian besar negara mengalami kontraksi, tumbuh negatif. Tiongkok, turun dari +6 persen (yoy) menjadi minus 6,8 persen (yoy), atau delta 12,8 persen.

Kemudian Perancis dengan delta 6,25 persen, Hongkong dengan delta 5,90 persen, Spanyol dengan delta 5,88 persen dan Italia dengan delta 4,95 persen.

Jokowi Presiden memandang, pandemi Covid-19 menghantam perekonomian Indonesia dari dua sisi sekaligus, yaitu sisi permintaan (demands) dan sisi penawaran (supply).

Dari sisi penawaran, Indeks Manufaktur Indonesia (PMI) pada April 2020 mengalami kontraksi terdalam bila dibandingkan negara lainnya di ASEAN, yakni di level 27,50.

Angka itu lebih rendah dibandingkan Korea (41,60), Malaysia (31,30), Vietnam (32,70) dan Filipina (31,60).

“Untuk itu, saya minta menteri-menteri di bidang ekonomi memperhatikan angka-angka yang tadi saya sampaikan secara detail. Mana saja sektor, subsektor yang mengalami kontraksi paling dalam, dilihat secara detail dan dicarikan stimulusnya sehingga program stimulus ekonomi betul-betul harus kita buat dan harus tepat sasaran dan bisa mulai merancang skenario pemulihan di setiap sektor atau subsektor,” jelasnya.

Lebih lanjut, Presiden mengungkap beberapa subsektor yang berkontribusi negatif terhadap pertumbuhan kuartal I tahun 2020, salah satunya tanaman pangan (minus 0,31).

“Sekali lagi, hati-hati dengan angka-angka ini. Tadi pangan minus (-) 0,31. Sekali lagi, beberapa kali sudah saya sampaikan, FAO (Food and Agriculture Organization) memperingatkan terjadinya krisis pangan. Artinya apa? Sektor pertanian harus digenjot agar berproduksi tetapi sekali lagi, juga dengan protokol kesehatan yang baik,” tegasnya.

Sektor lain yang juga berkontribusi negatif yaitu angkutan udara (minus 0,08), pertambangan minyak, gas dan panas bumi (minus 0,08), industri barang logam, komputer (minus 0,07), penyediaan akomodasi (minus 0,03), serta industri mesin dan perlengkapan (minus 0,03).

Sementara itu, dari sisi permintaan angka inflasi pada April 2020 tercatat hanya 0,08 persen (mtm), sangat rendah dibandingkan periode bulan Ramadan pada tahun-tahun sebelumnya.

Dari sisi pengeluaran, kata Presiden, konsumsi rumah tangga (2,84 persen) dan pengeluaran pemerintah (3,74 persen) menjadi lokomotif pertumbuhan.

“Tolong dilihat konsumsi LNPRT (Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga) yang mengalami kontraksi, minus 4,91 persen. Karena itu, penyaluran bansos dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun dari Dana Desa dan juga program Padat Karya Tunai dalam minggu-minggu ini harus sudah jalan di lapangan,” tandasnya.(rid/tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs