Sekilas tidak terlihat kalau di rumah kontrakan di sebuah kawasan perumahan di Sidoarjo, Jawa Timur ada aktivitas keluarga muda yang sedang memburu asa. Di jam-jam tertentu terutama malam hari, keluarga ini punya kegiatan rutin di dapur. Keluarga kecil itu bekerjasama membuat adonan tepung dan bahan-bahan lain untuk dijadikan kue donat sesuai pesanan.
Keluarga Marico Yogi Sandinata atau yang biasa dipanggil Rico, mantan marketing perusahaan otomotif yang sekarang mulai menggeluti kuliner. Rico terpaksa terjun di dunia patiseri sesudah dirumahkan perusahaannya terdampak pandemi Covid-19.
Pilihan sebagai pembuat kue donat menjadi tuntutan untuk menghidupi istri dan dua anaknya yang masih balita. Kalaupun tanpa bekal keterampilan dan kemampuan yang mumpuni di dunia kuliner, pilihan itu terpaksa harus dijalani.
Rico bercerita, untuk memulai kehidupan baru tanpa penghasilan tetap disaat pandemi memang tidak gampang. Sempat terbesit rasa pesimis,apalagi dunia kuliner bukan bidangnya.
Tapi itu menjadi satu-satunya jalan yang harus dipilih sampai saat ini. Meski merangkak dari nol dengan dukungan modal yang minim, dia dan istrinya tetap harus semangat.
Pengalaman demi pengalaman pahit saat memproduksi donatnya juga harus dilalui. Karena pengalaman itulah yang menjadikan semangatnya semakin menguat.
“Saya dan istri tidak ada keterampilan membuat kue dan sebagainya. Kalau untuk penjualan saya sih oke punya basic. Jadi kami belajar otodidak buat donat. Awal modal itu dulu hanya 100 ribu Rupiah. Kalau untuk ukuran adonan 1 kilogram. Itu jadi 7 sampai 8 boks, dan satu boks isi 6 donat,” kata Rico pada Budi Leksono Suara Surabaya.
Untuk mengawali usahanya di tengah pandemi, pria berusia 33 tahun ini juga pernah punya pengalaman pahit. Saat membuat adonan donatnya bersama istrinya Samitra Tri Rahayu gagal, padahal waktu itu banyak pesanan.
Sempat bertanya apa masalahnya. Tapi berkat ketelatenan dan kesabaran, Rico akhirnya berhasil menemukan solusi. Donat dengan berbagai varian pesanan akhirnya bisa terkirim pada seluruh pelanggannya.
Rico mengaku tidak muluk-muluk dengan usaha produk donat Savraz. Nama Savraz yang diambil dari nama dua anaknya Savea dan Razka ini dalam jangka pendek bisa berjalan konsisten. Sehingga tetap bisa menjadi sumber penghasilan untuk keluarganya.
Tapi dijangka panjang, Rico tetap punya mimpi besar. Usaha donatnya bisa semakin berkembang. Momentum kemerdekaan juga bisa jadi momentum kebangkitan usahanya untuk bangkit dari keterpurukan.
Dibarengi keyakinan, kerja keras dan ‘munajadnya’ pada Tuhan akan membuahkan hasil yang lebih baik. Menjadi pembuat kue donat, bukan lagi sebuah keterpaksaan tapi keyakinan.(bud/tin/ipg)