Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengibaratkan financial technology (fintech) ilegal yang bergerak di bidang pinjaman daring seperti monster karena saat diberangus muncul lebih banyak lagi.
“Saya mengibaratkan fintech ilegal ini seperti monster tiap dipenggal, muncul dua sampai tiga kepala baru, bukannya berkurang malah tambah banyak,” kata Munawar Deputi Direktur Pengaturan Penelitian dan Pengembangan Fintech OJK di Yogyakarta, Jumat (13/9/2019).
Ia menyampaikan hal itu pada kegiatan pelatihan dan gathering media Kantor OJK regional V meliputi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat.
Munawar menyebutkan hingga saat ini sudah ada 1.350 fintech ilegal yang ditutup dan berdasarkan penyelidikan server mereka kebanyakan berada di luar negeri.
Salah satu ciri fintech ilegal adalah menawarkan pinjaman lewat pesan seluler, kata dia.
Jadi kalau ada yang menerima SMS (pesan singkat) menawarkan pinjaman, lanjut Munawar, dapat diduga itu ilegal. Saat nomor HP pengirim kita blokir pun, kata dia, tetap tidak efektif karena biasanya mereka hanya menggunakan sekali saja.
“Percuma juga diblokir karena itu adalah mesin, ada dugaan kalau sering dikirim SMS pinjaman daring berarti nomor kita pernah digunakan pihak lain untuk transaksi tidak bertanggung jawab,” ujarnya, seperti dilansir Antara.
Kemudian fintech ilegal biasanya cara menagihnya kasar dan cenderung mempermalukan peminjam hingga melakukan perundungan.
Ia menceritakan ada masyarakat yang meminjam uang melalui fintech ilegal saat jatuh tempo biasanya akan dihubungi dan ditagih.
Jika tidak dibayar maka akan dikirim pesan mulai dari santun hingga keras, bahkan ada yang diteror setiap satu jam, kata dia.
Kemudian, mulai mengirim pesan ke seluruh nomor kontak yang ada di HP mulai dari tetangga, saudara hingga teman.
“Bahkan ada yang sempat foto bugil disebar ke seluruh nomor kontak,” kata dia.
Ia mengingatkan data penting di HP yang boleh diakses sebaiknya hanya tiga yaitu kamera, mik, dan lokasi.
“Di luar itu tidak boleh apalagi jika tak ada hubungan dengan peminjaman, misalnya nomor kontak, foto, hingga data HP,” ujarnya.
Kalau ada yang mengatakan HP aman tidak akan hilang, kata dia, bukan itu persoalannya karena fintech ilegal sudah bisa mengakses data penting di HP, katanya lagi.
Kemudian kalau ada yang mengatakan pinjaman lewat fintech ilegal tidak usah dibayar masalahnya adalah semua nomor kontak akan ikut diteror sehingga menganggu banyak orang.
Menurutnya, jika hal itu dilaporkan kepada polisi juga sulit ditindak karena belum ada aturan soal UU perlindungan data pribadi.
Pada sisi lain ia melihat kenapa fintech ilegal tetap tumbuh karena masyarakat butuh uang dan banyak yang tidak memahami teknologi informasi.
“Karena cara minjamnya gampang, saat butuh uang pinjam ke saudara sulit, tiba-tiba ada SMS masuk menawarkan pinjaman, dalam 1 jam masuk ke rekening, padahal lupa bunganya sangat tinggi,” katanya.
Ia menemukan ada masyarakat yang meminjam ke ratusan fintech ilegal dan jika sudah terjebak cara terbaik meminta restrukturasi pembayaran. (ant/dwi/rst)