Difi Ahmad Johansyah Kepala Bank Indonesia Wilayah Jawa Timur mengatakan, pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur bisa mencapai antara 6-7 persen dengan adanya tiga proyek strategis nasional di Jatim.
Saat ini, pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur antara 5,6 persen sampai 5,7 persen, sudah di atas angka pertumbuhan ekonomi nasional, dan menurutnya sudah sangat baik di antara provinsi lainnya di indonesia.
“Tapi, perekonomian nasional berharap lebih banyak dari Jawa Timur. Karena Jatim adalah perekonomian kedua terbesar di Indonesia,” ujarnya di acara Silaturahmi dengan Anggota DPR-DPD RI di Gedung Negara Grahadi, Kamis (19/9/2019).
Perekonomian Jawa Timur, oleh Menteri Perdagangan, dinilai sebagai kontributor terbesar inflasi nasional. Karena itu, kata Difi, Mendag rutin datang ke Jatim untuk meminta agar Jatim deflasi pangan.
Ketergantungan perekonomian nasional terhadap Jawa Timur, kata Difi, bisa digambarkan bila perekonomian Jatim anjlok nasional akan anjlok. Maka yang diharapkan saat ini perekonomian Jatim tumbuh lebih besar.
Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur bisa mencapai 7 persen, kata Difi, dengan adanya tiga proyek strategis nasional. Antara lain Percepatan Pembangunan Gerbang Kertosusila, Bromo-Tengger-Semeru, dan Lingkar Willis.
Itu adalah hasil diskusi Difi dan timnya di BI Jatim dengan Dinas Penanaman Modal PTSP, Disperindag, dan Bappeda Jatim Rabu (18/9/2019) malam. Pertumbuhan ekonomi sebesar itu sangat mungkin tercapai.
“Tapi ada syaratnya,” kata Difi. “Kita di Jawa Timur harus membereskan semua pekerjaan rumah.”
BI Jatim yang diminta Menko Perekonomian menghitung dampak tiga proyek strategis nasional di Jatim itu menghitung berdasarkan data dari Bappenda Jatim, yang didapat dalam diskusi Rabu malam.
“Dengan dana sekitar 48 triliun APBN, plus investasi swasta, InsyaAllah, kita bisa mencapai 8-12 persen selama 5 tahun. Sekitar dua persen per tahun. Jadi sangat mungkin mencapai 7 persen,” ujarnya.
Difi optimistis, ekonomi Jatim tumbuh 7 persen setelah tiga proyek strategis itu selesai. Kendalanya, keterbatasan anggaran APBN untuk terus menyupport pembangunan di Jawa Timur.
Tantangannya, adalah bagaimana dari 1 rupiah yang didapat bisa menghasilkan 10 rupiah. Bukan hanya dua atau tiga rupiah saja. Kuncinya, kata Difi, bagaimana Jatim menarik sebanyak-banyaknya investasi.
“Dengan Rp48 triliun APBN, kalau kita bisa melibatkan sektor swasta untuk investasi sekitar 300 triliun, baru kita bisa mendapatkan angka sekitar 12 persen pertumbuhan ekonomi itu. Ini tantangannya,” ujarnya.
Tantangan itu sekaligus menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak di Jawa Timur. Bagaimana membuat dana APBN yang dikucurkan untuk pembangunan di Jatim menjadi pemancing lebih banyak investasi.
“Fiskal yang kita hitung itu sebenarnya multiplyer efect-nya. Gimana caranya agar dana APBN itu bisa memancing investasi swasta semaksimal mungkin. Nah, salah satunya yang digalakkan OSS (online single submission),” ujarnya.
Dia juga meminta semua pihak, terutama kepala daerah di Jawa Timur untuk lebih memperhatikan kemudahan perizinan. Dia juga meminta agar DPRD, DPD, dan DPR-RI membantu upaya ini.
BI Jatim, kata Difi, juga akan berupaya memilah dan mensortir sejumlah proyek pembangunan untuk dimasukkan ke etalase Jawa Timur, untuk dijual ke investor baik di dalam dan luar negeri.(den/ang)