Budi Rahardjo S Dirut PT Jasa Raharja menegaskan, pihaknya harus tanggap dengan perkembangan sektor teknologi yang begitu pesat. Saat ini tren teknologi telah mengarah pada transportasi daring, big data, dan pembayaran elektronik.
“Jika tidak mau tergilas dengan kemajuan zaman, maka kita harus bisa menyesuaikan. Kita harus cepat tanggap terhadap perkembangan yang ada. Tren ekonomi kini juga telah berubah. Saat ini banyak bermunculan start up-start up (unicorn) baru. Kemudian, banyak pula model bisnis yang berbasis kemitraan,” kata Budi Rahardjo dalam Media Gathering di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2019).
Selain itu, kata dia, PT Jasa Raharja juga harus menghadapi tren budaya.
“Tren kultur yang kita hadapi kini dan di masa mendatang adalah rendahnya kesadaran keselamatan berlalu lintas, perkembangan teknologi tidak merata, rendahnya kepatuhan, serta perubahan gaya hidup generasi baru,” jelasnya.
Tantangan lain yang tidak kalah penting adalah di sektor organisasi, yakni adanya perubahan lingkungan bisnis. Untuk mengantisipasi hal ini, dibutuhkan sikap tanggap, tangkas dan tangguh dalam menghadapi revolusi industri 4.0 di berbagai lini bisnis. Jasa Raharja juga harus menyesuaikan pola kepemimpinan era generasi millennial. Para generasi ini harus diperlakukan berbeda, sesuai dengan zamannya.
“Caranya adalah dengan keluar dari rutinitas kantor dan berinteraksi dengan jajaran, tidak memaksa tapi mengajak, memimpin dengan dipimpin, mengejar inovasi, dan memberi inspirasi,” ujar dia.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, PT Jasa Raharja membuat road map perusahaan hingga lima tahun mendatang. Tahun ini, Jasa Raharja mencanangkan being digitally integrated. Pada 2020 perusahaan ini berupaya menuju pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi (toward excellent human capital).
“Kemudian di 2021, kami mendorong pengembangan bisnis yang baik. Setahun berikutnya fokus pada service and operation excellence. Lalu di tahun 2023, kami akan memperkuat keterlibatan pemangku kepentingan,” tegasnya.
Budi menjelaskan, agar roadmap yang dirumuskan dapat tercapai dalam lima tahun ke depan, maka harus diiringi dengan arah kebijakan yang sejalan. Terdapat empat sasaran yang menjadi fokus pencapaian, yaitu kualitas pelayanan yang terbaik, hasil investasi yang prudent, serta peningkatan pendapatan premi bruto dan Peningkatan laba komprehensif, sehingga tidak semata-mata terfokus pada pendapatan.
“Upaya pencapaian sasaran ini didukung oleh 4 pilar. Yaitu pertumbuhan inorganic, peningkatan HCM, penguatan likuiditas dan optimalisasi potensi TIK,” kata dia.
Budi menegaskan, pengendalian intern perusahaan adalah tanggung jawab bersama. Setiap individu dalam perusahaan memiliki peran dalam mempengaruhi efektivitas pengendalian intern.
Di sektor penerimaan, misalnya, Kepala Cabang, Kepala Bagian, Kepala Perwakilan dan Kepala Unit/Kasubag harus konsisten dalam melakukan analisa dan evaluasi terhadap penerimaan, dan aware jika terdapat tren penurunan penerimaan.
“Mereka, harus pula memastikan seluruh dokumen pendukung penerimaan pada Laporan Harian Penerimaan telah memadai, seperti tindasan resi, bukti setor bank, dan lain – lain, kemudian melakukan cek keseluruhan atas dokumen dimaksud. Berikutnya, memastikan tidak ada keterlambatan penyetoran iuran wajib dan sumbangan wajib. Perlu pula melakukan konfirmasi atau uji silang kepada data eksternal atau pihak mitra kerja,” jelas Budi.
“Selain itu, harus memastikan tidak ada keterlambatan pengiriman dokumen Laporan Harian Penerimaan. Memastikan dan melakukan upaya untuk tidak ada petugas yang bersentuhan dengan uang iuran wajib dan sumbangan wajib. Terakhir, memastikan agar penulisan resi IWKBU tidak dilakukan dengan tulis tangan. Memanfaatkan aplikasi e-resi yang sudah ada,” imbuhnya.
Di sektor biaya, lanjut Budi, para Kepala Cabang, Kepala Bagian, Kepala Perwakilan dan Kepala Unit/Kasubag harus konsisten dalam lima hal. Pertama, Melakukan analisa dan evaluasi terhadap realisasi biaya dan aware jika terdapat trend lonjakan biaya atau biaya melebihi anggaran. Kedua, memastikan seluruh dokumen pertanggungjawaban biaya telah memadai, seperti kesesuaian termin pembayaran pengadaan barang/jasa dengan Surat Perintah Kerja.
“Selanjutnya, memastikan tidak ada keterlambatan penyampaian dokumen pertanggungjawaban. Keempat, melakukan upaya agar seluruh pengeluaran biaya dilakukan dengan cara cashless (non tunai). Terakhir, melakukan survey pra bayar untuk korban luka-luka dan pasca bayar untuk korban luka-luka dan meninggal dunia secara random,” jelas Budi.
Sedangkan, untuk sektor human capital, mereka perlu konsisten dalam lima hal pula. Pertama, secara on the spot melakukan inspeksi mendadak ke Samsat untuk mengetahui kedisplinan petugas. Kedua, memperhatikan dan waspada terhadap gaya hidup atau lifestyle dari bawahan yang glamour (mewah), sedangkan yang bersangkutan hanya memiliki penghasilan dari gaji perusahaan.
“Ketiga, memperhatikan jika terdapat pegawai yang mempunyai sifat menyendiri atau memiliki banyak pinjaman uang. Lalu keempat, membandingkan poin dua dan tiga dengan kinerjanya. Jika terdapat penurunan kinerja di sektor penerimaan dan biaya, maka perlu dilakukan cek lebih detail terhadap pekerjaan yang bersangkutan. Terakhir, mengatur pelaksanaan cuti tahunan, sehingga pekerjaan pegawai yang cuti dapat dicek oleh petugas pengganti,” pungkasnya.(faz/tin/dwi)