Minggu, 24 November 2024

Revisi Laporan Keuangan, Garuda Indonesia Rugi Rp2,45 Triliun Tahun 2018

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi

Garuda Indonesia melakukan revisi laporan keuangan tahun 2018 yang menunjukkan mengalami kerugian hingga USD 175,028 juta atau Rp2,45 triliun. Laporan keuangan ini disajikan ulang menindaklajuti hasil putusan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 perlu disajikan ulang (restatement).

“Dalam laporan restatement ini Garuda Indonesia mencatatkan net loss kata sebesar USD 175,028 juta dari sebelumnya laba sebesar USD 5,018 juta,” Fuad Rizal Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia yang diterima suarasurabaya.net, Jumat (26/7/2019).

Fuad menambahkan, dalam proses penyajian laporan restatement tersebut, Garuda Indonesia telah melaksanakan korespondensi dengan OJK dan stakeholder dalam memastikan kesesuaikan aturan dan prinsip compliance.

Dalam penyajian restatement tersebut, Garuda Indonesia menunjuk Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO International), mengacu kepada aturan dan referensi regulator.

Disisi lain, Garuda Indonesia juga menunjukkan peningkatan kinerja dengan membukukan laba bersih sebesar USD19,73 juta. Angka ini meningkat signifikan dibanding periode sebelumnya yang merugi USD 64,27 juta.

Kinerja positif Garuda Indonesia sepanjang kuartal 1 pada 2019 tersebut turut ditunjang oleh lini pendapatan layanan penerbangan berjadwal sebesar USD 924,93 juta. Angka ini tumbuh sebesar 11,6 persen dibandingkan periode yang sama di Kuartal I – 2018 sebesar USD 828.49 juta.

Fuad memaparkan, peningkatan ini didukung oleh program efisiensi dan efektifitas berkelanjutan, optimalisasi aspek cost structure, capacity adjustment pada produksi. Semua aspek produksi disesuaikan dengan permintaan sehingga konsumsi bahan bakar menjadi lebih terukur dan beban pembiayaannya juga dapat ditekan.

Dalam kaitan penyajian ulang Laporan Keuangan 2018, Garuda Indonesia mencatatkan laporan pendapatan usaha sebesar USD 4,37 miliar, tidak mengalami perubahan dari laporan pendapatan sebelumnya. Sementara itu, Pendapatan usaha lainnya (pendapatan lain-lain) terkoreksi menjadi USD 38,8 juta dari sebelumnya USD 278,8 juta.

Sementara itu, pada laporan restatement Garuda Indonesia pada periode Q1 -2019 (Kuartal 1-2019) tercatat mengalami sejumlah penyesuaian pada indikator Aset menjadi sebesar USD 4,328 juta dari sebelumnya USD 4,532 juta. Adapun perubahan total indikator Aset tersebut diakibatkan oleh penyesuaian pada pencatatan Piutang Lain-Lain menjadi sebesar USD 19,7 juta dari sebelumnya sebesar USD 283,8 juta. Aset pajak tangguhan juga mengalami penyesuaian menjadi USD 105,5 juta dari sebelumnya USD 45,3 juta.

Lebih lanjut, liabilitas perseroan pada penyajian kembalian laporan keuangan Q1-2019 juga mengalami penyesuaian menjadi USD 3,537 juta dari sebelumnya USD 3,561 juta.

Fuad menjelaskan, “Sementara itu, terkait putusan BPK terkait kerjasama Mahata Aero Teknologi, maka Citilink Indonesia selaku pihak yang berkontrak juga telah mengirimkan surat kepada pihak Mahata Aero Teknologi terkait pembatalan kerjasama tersebut.”

Penyampaian restatement LKT 2018 dan LK Q1 serta penyelenggaran public expose merupakan bentuk kepatuhan Garuda Indonesia terhadap putusan dari regulator. Garuda Indonesia juga telah memenuhi sanksi admistratif berupa sejumlah denda sebelum batas waktu yang dipersyaratkan oleh OJK dan BEI, pelaporan terhadap pemenuhan sanksi denda telah disampaikan melalui surat kepada OJK dan BEI tertanggal 11 Juli 2019.

Dengan pelaksanaan penyajian ulang dan public expose hari ini, maka Garuda Indonesia telah memenuhi semua sanksi dan persyaratan yang diminta oleh regulator.(tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
33o
Kurs