Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain, mengingat kondisi ekonomi global yang masih belum jelas. Di antara negara G-20, pertumbuhan Indonesia ada di peringkat ke-3 di bawah India dan China.
Pernyataan itu disampaikan Joko Widodo Presiden saat memberikan sambutan pada acara pembukaan Kompas 100 CEO Forum, yang digelar di Grand Ballroom, Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
“Kita lihat kalau di G-20, pertumbuhan ekonomi Indonesia ranking ke-3. Ini patut kita syukuri tapi sering kita lupakan. Nomor 3 di bawah India dan China, baru Indonesia. Sehingga rasa optimisme ini harus terus kita kembangkan,” kata Presiden.
Kondisi perekonomian di semua negara, lanjut Jokowi, masih tertekan oleh kondisi eksternal seperti pertumbuhan ekonomi global, perang dagang, masalah di Amerika Latin, Brexit, masalah di Timur Tengah, hingga kekacauan di Hong Kong.
Walau begitu, Presiden optimistis kalau Indonesia konsentrasi menghadapi tantangan-tantangan internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin baik.
“Saya kira pertumbuhan ekonomi tahun ini mungkin mungkin 5,04-5,05 (persen), kira-kira berada di situ,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Presiden mengutip prediksi Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF), kondisi ekonomi global tahun depan masih bisa turun lagi karena persoalan yang belum selesai.
Kristalina Georgieva Direktur Pelaksana IMF dan David Malpass Presiden Bank Dunia, kata Jokowi juga sempat mengingatkan supaya Indonesia berhati-hati terhadap kondisi global yang belum jelas, salah satunya lewat pendekatan fiskal yang prudent.
“Saya setuju fiskal kita memang harus prudent, karena anggaran APBN itu hanya mempengaruhi kurang lebih 14 persen dari ekonomi yang kita miliki. Sedangkan 86 persen baik itu yang namanya perputaran uang, baik itu ekonomi, itu berada di sektor swasta yang di dalamnya termasuk BUMN. Artinya apa? APBN itu hanya memacu, memicu, menstimulasi agar ekonomi kita bisa bergerak. Tetapi 86 persen yang menentukan adalah swasta dan BUMN,” ungkapnya.
Bukan cuma fiskal, Pemerintah Indonesia juga harus hati-hati menentukan rasio defisit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun 2019, dalam APBN rasio defisit terhadap PDB dipasang di angka 1,9 dengan kemungkinan bergerak di kisaran 2.
“Tahun depan, Pemerintah memasang di angka 1,7, tetapi mungkin juga bergerak. Paling tidak semuanya masih prudent di bawah angka 2,5-3,” tambahnya.
Pemerintah juga terus berupaya menjaga inflasi di kisaran 3,5 persen, dari yang sebelumnya berada di kisaran 8-9 persen. Sementara untuk tingkat kemiskinan yang lima tahun lalu berada di angka 11,2 persen, kini juga telah turun dan berada di angka 9,496 persen.
“Kemudian juga tingkat ketimpangan, Rasio Gini kita juga bisa kita setop dan kita turunkan meskipun juga tidak bisa drastis, tetapi dari angka 0,408 di 2015 bisa kita turunkan berada pada angka 0,38. Ini terus akan kita jaga agar berkurang terus ketimpangan kita,” tandasnya.
Turut mendampingi Presiden saat menghadiri acara tersebut antara lain, Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Pramono Anung Sekretaris Kabinet.(rid/tin/ipg)