Mukhamad Misbakhun anggota Komisi XI DPR meminta Joko Widodo (Jokowi) Presiden mencermati kebijakan fiskal Sri Mulyani Indrawati (SMI) Menteri Keuangan (Menkeu), terutama bidang pajak dan cukai.
Permintaan Misbakhun itu didasari pada tercantumnya nama Sri Mulyani dalam daftar anggota Gugus Tugas Kebijakan Fiskal untuk Kesehatan atau The Task Force on Fiscal Policy for Health Bloomberg Philantropies.
Misbakhun mengaku memperoleh sejumlah dokumen tentang rekomendasi kebijakan fiskal untuk Pemerintah Indonesia demi promosi kesehatan lewat peningkatan pajak, bea, cukai rokok dan alkohol, serta minuman mengandung gula. Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, dokumen tersebut bisa dilihat di laman www.bloomberg.org.
Menurut Misbakhun, dalam dokumen itu tampak jelas arah kebijakan kenaikan cukai rokok dan penambahan objek cukai di Indonesia ternyata sesuai dengan paparan dan peta jalan (road map) Bloomberg.
“Bu Sri Mulyani Menkeu menaikkan cukai rokok secara drastis tanpa sedikit pun berbicara dengan DPR,” ujar Misbakhun, Minggu (10/11/2019).
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu menilai SMI lebih memilih melaksanakan agenda Bloomberg yang notabene lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing ketimbang kepentingan rakyat sendiri.
Menurut Misbakhun, kebijakan itu bertentangan dengan visi dan misi Presiden Jokowi tentang cita-cita Trisakti Bung Karno soal kedaulatan politik dan kemandirian ekonomi.
“Bagaimana mungkin kebijakan negara mengadopsi kertas kerja LSM asing? Visi Misi Bapak Jokowi tentang kedaulatan dan kemandirian ekonomi malah dibelokkan oleh Menkeu SMI untuk mengikuti road map dan agenda asing,” kata Misbakhun.
Task Force on Fiscal Policy for Health Bloomberg Philantropies dipimpin langsung oleh Michael Bloomberg pengusaha Amerika Serikat. Pada 2006, mantan wali kota New York itu meluncurkan Bloomberg Initiative dalam rangka kampanye mengurangi penggunaan tembakau.
Oleh karena itu Misbakhun mengatakan, publik tidak merasa heran bila agenda dan kepentingan asing mewarnai kebijakan pemerintahan. Hanya saja, Misbakhun menyayangkan kebijakan SMI yang menjadikan rakyat kecil sebagai korban.
“Jangan heran apabila di luar visi misi Pak Jokowi sebagai presiden Republik Indonesia, ada juga agenda dan kepentingan asing,” kata Misbakhun.
Politikus asal Pasuruan, Jawa Timur itu juga meminta para petani tembakau yang dirugikan untuk menyalahkan LSM asing yang telah menyusupkan kepentingan mereka lewat Kementerian Keuangan. Menurutnya, kerugian akibat agenda titipan itu tidak hanya ditanggung petani tembakau, tetapi juga memunculkan efek berantai.
“Siapa yang dirugikan oleh kepentingan asing yang menginfiltrasi kebijakan itu? Yang jelas rakyat Indonesia. Yakni para petani tembakau, pedagang kecil, para buruh yang hidupnya tergantung pada komoditas tersebut,” ujar politikus yang juga inisiator Rancangan Undang-Undang Pertembakauan itu.
Sekadar diketahui, sebenarnya bukan pertama kalinya Bloomberg Initiative berusaha mengintervensi kebijakan menyangkut komoditas tembakau di Indonesia. Pada 2012, sejumlah media melaporkan lembaga itu telah mengucurkan dana USD 240.000 (setara Rp 2,256 Miliar saat itu) kepada Indonesian Forum of Parliamentarians on Population and Development (IFPPD).
Tujuannya adalah agar para anggota DPR periode 2009-2014 bersedia membantu pembuatan undang-undang untuk mengontrol efek tembakau terhadap kesehatan. Proyek itu juga bertujuan mencari dukungan agar DPR mengakses dan meratifikasi Konvensi Antitembakau Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Dana lainnya dicairkan kepada IFPPD pada Oktober 2007 sebesar USD 164.717 (Rp 1,548 Miliar) juga dengan tujuan yang sama. Pada Januari 2007, dana yang dicairkan adalah USD 28.753 (Rp 270,2 juta).
Pada Januari 2010, Bloomberg Initiative mengeluarkan dana USD 134.100 (Rp 1,260 Miliar) dari dengan tujuan agar DPR memasukkan RUU Kontrol Tembakau atas Kesehatan dan Ratifikasi Konvensi FCTC ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010.
IFPPD ini adalah sebuah lembaga yang di dalamnya terdapat sejumlah anggota DPR RI lintas partai yang aktif pada periode itu. Beberapa di antara mereka menjabat di Badan Legislasi (Baleg) DPR yang mengurusi aturan perundang-undangan.(faz/tin/dwi)