Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI mendorong Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) agar memasukkan produk UMKM ke pasar ritel modern.
Ini disampaikan Enggartiasto Lukita Menteri Perdagangan (Mendag) saat menjadi pembicara di bincang bisnis Optimisme Perdagangan dan Ekonomi di Surabaya, Selasa (26/2/2019).
Enggar menilai, bahwa produk-produk UMKM saat ini layak untuk masuk ke pasar ritel modern. Menurutnya, produk UMKM baik dari segi rasa maupun packaging sudah berkualitas.
“Segera masukkan ke Alfamart, Indomaret, atau ke Hypermart. Bulan ini, bulan depan paling lambat harus sudah masuk,” kata Enggar.
Namun rupanya, instruksi Enggar ini belum sepenuhnya diminati oleh pelaku UMKM. Salah satunya Diah Arfianti pelaku UMKM di Surabaya yang mengaku belum tertarik memasukkan produknya ke pasar ritel.
Ini diungkapkannya kepada suarasurabaya.net, Selasa (26/2/2019). Diah menilai, ada beberapa kendala yang membuatnya enggan memasukkan produknya. Salah satunya tentang pembayaran hasil penjualan produk.
“Ya tidak apa-apa sih, cukup membantu kalau ada instruksi itu. Tapi kalau mendengar teman-teman UMKM yang pernah mencoba, itu ada kendala atau agak menyulitkan di pembayarannya. Kita tahu, UMKM itu modalnya tidak dobel atau banyak,” kata dia.
Lebih lanjut, Diah menceritakan pengalaman temannya yang juga pelaku UMKM saat memasukkan produknya ke pasar ritel. Pembayaran akan dilakukan saat barang sudah laku dijual.
Kesulitan lainnya, Diah menilai produk lokal akan kalah saing dengan produk yang dijual di dalam pasar ritel. Sebab, produk di pasar ritel sudah memiliki nama atau branded.
“Kurang dapet penjualannya dan bayarnya lama. Sebulan kalau produk tidak laku, ya tidak dibayar. Kalau sudah mendekati expired, dijual murah. Nah, itu kan modal kita (UMKM, red). Tidak bisa dipungkiri lagi, produk di ritel itu sudah branded. Produk lokal jelas kalah saing,” jelasnya.
Diah pun mencontohkan langkahnya yang lebih memilih memasukkan produknya di outlet atau toko oleh-oleh. Dia menilai, pembayarannya lebih pasti dan produknya bersaing dengan produk di level yang sama.
“Kalau di toko oleh-oleh itu, saya bulan ini saya kirim paket nilainya Rp500 ribu misalnya. Nah, itu nanti bulan depan, tokonya minta lagi sekian paket dan paket yang kemarin saya kirim itu dibayar. Barang saya kemarin ada yang sudah expired, itu tetap dibayar. Jadi lebih pasti pembayarannya dan kita juga bersaing sama produk lokal,” kata dia.(ang/iss)