Enggartiasto Lukita Menteri Perdagangan (Mendag) menegaskan bakal menerapkan sanksi kepada pengusaha nakal dan sekaligus akan memblokir atau mendaftarhitamkan perusahaan yang terlibat penyuapan dalam operasi tangkap tangan KPK.
Enggartiasto di Jakarta, Jumat (9/8/2019), menegaskan bahwa langkah ancaman mendaftarhitamkan itu agar para pengusaha nakal jangan pernah berurusan lagi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag).
“Kami dukung KPK mengungkap ini,” kata Enggartiasto Lukita, seperti dilansir Antara.
Sebagaimana diketahui, KPK mengamankan 11 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait impor bawang putih.
Menurut dia, sebenarnya KPK sudah memiliki seluruh data dan prosedur karena deputi pencegahan komisi antirasuah tersebut pernah datang ke Kemendag dan diberikan penjelasan panjang lebar oleh Kemendag mengenai hal itu.
Enggar memaparkan bahwa proses impor bawang putih dilakukan transparan dan melibatkan dua kementerian. Terhadap pengusaha yang nakal, sanksi tegas diterapkan.
“Ini bahkan sudah kita lakukan. Contohnya, ada yang terkena kasus impor di Bareskrim. Sampai sekarang saya enggak kasih izin, dia mau minta izin, sudah ada rekomendasi, tetap saya bilang tidak,” tegasnya.
Ia memaparkan, kebutuhan bawang putih Indonesia per tahun sekitar 490 ribu ton. Kemudian pada 2018, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) keluar 938 ribu ton.
Impor bawang putih dalam prosesnya dimulai dari dikeluarkannya RIPH dari Kementerian Pertanian yang mewajibkan importir menanam bawang di dalam negeri. Setelah mendapat RIPH, kemudian baru mengurus perizinan ke Kemendag.
“Kita keluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) 600 ribu ton. Kenapa lebih? Itu untuk cadangan 2019, semua SPI yang sudah keluar dan yang sedang mengajukan bisa dilihat di situs Kemendag,” ujarnya.
Enggartiasto mengaku bawang putih sangat dibutuhkan masyarakat, namun ia tidak bisa memutuskan apakah bisa masuk kategori komoditas strategis karena penentuannya ada di tingkat Kemenko Perekonomian.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Ray Rangkuti menilai bahwa kementerian teknis yang mengatur soal perizinan impor harus memberikan penjelasan secara transparan, serta memberikan pembuktian apakah proses izin impor tersebut telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ia berpendapat bahwa potensi korupsi impor bukan hanya terjadi di sektor pangan, pasalnya karena persoalan izin impor dinilai harus melalui banyak meja.(ant/iss)