Kamis, 4 Juli 2024

Kementerian Pertanian Siapkan Kemungkinan Terjadinya El-Nino

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Harris Syahbuddin Kepala Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Foto: Antara

Harris Syahbuddin Kepala Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian mengatakan, pemerintah telah mempersiapkan segala kemungkinan apabila terjadi El Nino, meskipun untuk tahun 2019 diperkirakan kondisinya masih lemah.

“Saya tidak yakin isu di media sosial akan terjadi El Nino (kemarau panjang) seperti di tahun 2015. Kondisinya masih normal untuk mengetahui kuat atau tidaknya baru terlihat di bulan Agustus,” kata Harris usai menjadi pembicara kunci di lokakarya bertajuk “Prospek Perkembangan El Nino 2019” di Bogor, seperti dilansir Antara, Selasa (27/2/2019).

Harris mengatakan, untuk memprediksi ringan atau beratnya El Nino pada saat ini masih terlalu dini apalagi beberapa kabupaten dan provinsi memiliki iklim yang berbeda seharusnya dibutuhkan lebih banyak stasiun pengamatan cuaca.

Negara Prancis misalnya, lanjut Harris, yang luasnya hampir setara dengan Pulau Bali memiliki empat ribu stasiun pengamat cuaca, sedangkan di Indonesia masih kurang dari lima ribu stasiun.

Hanya saja jelas Harris, Kementerian Pertanian telah menyiapkan prasarana untuk menghadapi El Nino melalui kerja sama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk pembangunan prasarana pertanian seluas dua juta hektar.

“Prasarana pertanian seluas dua juta hektar itu meliputi jaringan irigasi, embung, dan bendungan sesuai amanat presiden yang tertuang dalam Inpres No. 1 Tahun 2018,” ungkap dia.

Persiapan lain melalui kerja sama dengan BPPT untuk melakukan rekayasa cuaca apabila terjadi kondis kemarau ekstrim, selain itu sosialisasi untuk pembangunan “green house” agar pengembangan pertanian tidak lagi mengenal musim.

Upaya lain lagi, jelas Harris, menggunakan cara tanam tumpang sari dengan menanam jagung dan kedelai disamping menanam padi yang teknologinya sudah disiapkan untuk satu juta hektar lahan pertanian.

Dalam lokakarya juga disebut peluang terjadinya El Nino sebesar 55-60 persen, sementara 25,5 persen wilayah berpotensi musim keringnya maju, 24 persen wilayah keringnya diatas normal dan Juli – September 2019 iklim diperkirakan lebih kering.

Sekadar informasi, El Nino-Southern Oscillation (ENSO) merupakan salah satu fenomena Iklim yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan atau anomali iklim di Indonesia. Fase hangat dari ENSO biasa dikenal dengan istilah El Nino dapat menyebabkan kekeringan panjang. Pengamatan kondisi ENSO pada menjelang akhir tahun 2018 hingga awal tahun 2019 menunjukkan berlangsungnya fenomena El Nino di Samudera Pasifik. Dampak El Nino berupa kemarau dapat berpotensi mengganggu produksi padi pada musim tanam kedua, dan mengubah pola tanam untuk musim tanam berikutnya.

Berkaca pada kejadian El Nino tahun 2015, dampak yang ditimbulkan terhadap pertanian cukup luas. Pada saat itu, kekeringan melanda 16 provinsi meliputi 102 kabupaten/kota dan 721 kecamatan. Pulau Bali dan Nusa Tenggara mengalami defisit air sekitar 20 miliar meter kubik. Selain itu, lahan pertanian seluas 111 ribu hektar juga mengalami kekeringan. (BNPB, 2015).

Winarno Tohir Ketua Kontan Tani Nelayan Andalah (KTNA) mengatakan, informasi mengenai prediksi pola hujan sangat penting bagi petani. Melalui informasi yang akurat petani dapat merencanakan penanaman dengan lebih baik dan mencegah gagal panen akibat perubahan iklim.

“Kami sangat mengapresiasi peran perguruan tinggi dan private sector yang membangun sistem sehingga petani dapat mengakses informasi mengenai iklim secara lebih mudah,” kata Winarno.

Menurut Hindarwati Sekjen Masyarakat Perbenihan dan Perbibitan Indonesia (MPPI), salah satu upaya untuk mengantisipasi dampak El Nino adalah dengan menanam varietas tanaman yang adaptif terhadap kekeringan.

Peran pemulia tanaman dan perusahaan perbenihan sangat penting untuk memberikan akses terhadap benih unggul yang adaptif di musim kering kepada petani. Beberapa contoh varietas yang adaptif di musim kering saat ini sudah ada, misalnya cabai besar Gada MK F1, cabai keriting Laba F1 dan Lado F1, tomat Tymoti F1 dan labu Suprema F1.(ant/wil/iss)

Berita Terkait

..
Surabaya
Kamis, 4 Juli 2024
27o
Kurs