Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan mengatakan bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 hingga semester I/2019 mencapai Rp135,8 triliun atau 0,84 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Jika dibandingkan dengan semester I/2018, defisit ini melebar karena pada semester pertama 2018 defisit APBN tercatat Rp110,6 triliun atau 0,75 persen dari PDB.
Dalam Rapat Badan Anggaran DPR di Jakarta, Selasa (16/7/2019), Sri Mulyani mengklam bahwa defisit ini disebabkan akselerasi pola penyerapan anggaran seperti untuk pagu belanja infrastruktur dan belanja sosial.
Lubang defisit APBN hingga semester I/2019 karena kinerja pendapatan negara sampai dengan paruh pertama 2019 melambat, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Realisasi pendapatan negara semester I 2019 tumbuh 7,8 persen atau mencapai Rp898,8 triliun,” ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Jika merujuk pada data perkembangan APBN 2019, pertumbuhan pendapatan negara di semester I 2019 itu jauh lebih lambat dibandingkan dengan paruh pertama 2018 yang mencapai pertumbuhan 16 persen (yoy).
Perlambatan kinerja pendapatan negara ini dipicu oleh kinerja penerimaan perpajakan (termasuk bea dan cukai) yang hanya tumbuh 5,4 persen secara tahunan menjadi Rp688,9 triliun dan pertumbuhan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai 18,2 persen secara tahunan menjadi Rp209,1 triliun.
Dengan tekanan di penerimaan tersebut pemerintah memproyeksikan realisasi pendapatan negara 2019 hanya berada pada angka 93,8 persen dari target Rp2.030,8 triliun.
“Penurunan kinerja penerimaan ini karena sejumlah hal misalnya karena minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price) yang lebih rendah dari asumsi dam produksi minyak dan gas yang juga lebih rendah,” kata Sri Mulyani.(ant/iss)