Co-Working Space di Surabaya terbilang cukup banyak, mulai dari Co-working space milik Pemerintah Kota Surabaya hingga swasta. Salah satu yang menarik disimak adalah Geco, Co-Working Space di Kompleks AJBS, Surabaya yang berawal dari anak-anak IT yang hobi berdiskusi dari cafe ke cafe.
Tunjung Utomo CEO Gerdhu Inkubator Teknologi yang juga pengelola Geco bercerita tentang awal mula terbentuknya Geco. Geco yang kini berbasis komunitas memang awalnya lahir dari komunitas pegiat IT di Surabaya. Saat itu, sekitar tahun 2011 hingga 2014, masih banyak pihak yang tidak memahami konsep Co-Working Space. Tunjung mengaku kesusahan ketika beberapa kali berusaha bekerjasama dengan instansi untuk membentuk Co-Working Space.
“Kita banting setir, agak bonek (bermodal nekat, red). Ngumpulin duit sendiri untuk sewa rumah di tahun 2014. Waktu itu di Manyar Tirtomoyo,” kata Tunjung ketika ditemui di Geco, Surabaya pada Kamis (10/1/2019).
Rumah yang disewanya ini kemudian menjadi kantor bersama dari beberapa perusahaan startup dan pusat komunitas. Ia mengaku, selama empat tahun berada di rumah tersebut, sudah ada ribuan orang datang di acara-acara yang dibuatnya.
Tak hanya itu, pada 2016, perusahaan inkubator yang dimilikinya akhirnya beralih menjadi PT (Perseroan Terbatas) bernama PT Gerdhu Inkubator Teknologi setelah program bantuan dari Kemenristek Dikti bertajuk program Inkubator berbasis Teknologi (IBT). Pasca itu, sudah ada delapan startup yang diinkubasi perusahaan ini dalam kurun waktu dua tahun.
Oktober 2018 menjadi tahun penting bagi Gerdhu. Pasalnya, di tahun itu, ia akhirnya bertemu dengan grup AJBS yang saat itu sedang merintis bisnis baru berupa co-working space. Ia mengatakan, saat itu AJBS sudah menjalankan co-working space tersebut selama 6 bulan namun dirasa kurang bagus.
“Dari seorang teman, dikenalkan dengan Gerdhu. Setelah melihat bisa mendatangkan massa segitu banyak, mereka punya resource, kami punya massa dan sudah pengalaman mengoperasikan kegiatan selama empat tahun. Akhirnya deal,” ujarnya.
Sejak saat itu, Co-working space yang awalnya bernama Coneco berubah nama menjadi Geco, sebuah gabungan nama dari Gerdhu dan Coneco. Setelah menjadi Geco, co-working space ini diubah menjadi berbasis komunitas dan condong ke digital.
“Berbasis komunitas ini akhirnya mempengaruhi cara kami mengoperasikan tempat ini. Kami harganya terjangkau. Karena kami tahu orang komunitas itu, kalau kita mau maju, duitnya itu datang dari sama-sama maju,” kata Tunjung.
Ia berharap, Geco yang beroperasi sejak Oktober 2018 ini bisa menjadi ruang untuk menciptakan ekosistem dan tempat berbagai komunitas untuk saling berbagi.
“Kami punya program tiada hari tanpa materi. Kalau temen-teman tiap hari kesini, InsyaAllah bisa bikin startup,” pungkasnya. (bas/tin)